Sabtu, 02 Januari 2016

Implementasi Sosbud dalam Askep



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Akhir –akhir ini banyak ahli kesehatan yang menaruh minat pada sosiologi. Ada anggapan bahwa faktor kebutuhanlah yang mendorong mereka untuk memanfaatkan sosiologi guna mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi dalam praktik medis.
Tujuan penerapan sosiologi dalam bidang kedokteran dan kesehatan antara lain untuk menambah kemampuan para tenaga kesehatan dalam melakukan penilaian klinis secara lebih rasional. Menambah kemampuan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialami dalam praktek, memahami dan menghargai perilaku pasien dan dapat menambah kemampuan dan keyakinan tenaga kesehatan dalam menangani kebutuhan dan emosional pasien karena seorang dikatakan berperilku sehat ada reaksi optimal dari individu jika dia terkena sesuatu penyakit. Maka dari itu dalam makalah ini akan dibahas tentang implementasi sosial budaya dalam askep sehubungan dengan sudut pandang manusia (individu), keluarga, masyarakat.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan sosiologi?
2.      Bagaimana teori sosial budaya dan teori asuhan keperawatan?
3.      Bagaimana implementasi sosial budaya dalam askep sehubungan dengan sudut pandang manusia (individu)?
4.      Bagaimana implementasi sosial budaya dalam askep sehubungan dengan sudut pandang keluaga?
5.      Bagaimana implementasi sosial budaya dalam askep sehubungan dengan sudut pandang masyarakat?








1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1        Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang hal – hal apa saja yang perlu dipahami mengenai implementasi sosial budaya dalam askep sehubungan dengan sudut pandang  manusia (individu), keluarga dan masyarakat dan memberikan gambaran kasus terkait implementasi sosial budaya khususnya dibidang keperawatan serta lain-lain yang bisa berdampak positif bagi penulis dan para pembaca yang utamanya ditujukan untuk para mahasiswa keperawatan.
1.3.2        Tujuan Khusus
1.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi dari sosiologi
2.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami teori sosial budaya dan teori asuhan keperawatan
3.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami implementasi sosial budaya dalam askep sehubungan dengan sudut pandang manusia (individu), keluarga dan mayarakat

1.4  Manfaat Penulisan
1.      Dapat menambah wawasan pembaca mengenai hal-hal apa saja yang perlu dipahami mengenai implementasi sosial budaya dalam askep sehubungan dengan sudut pandang manusia (individu), keluarga dan masyarakat
2.      Mampu menerapkan asuhan keperawatan yang berhubungan dengan masalah sosial budaya baik dalam lingkup individu/manusia, keluarga dan masyarakat











BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sosiologi
Aguste Comtee yang hidup pada tahun 1798-1857 dari Prancis, menggabungkan dua kata dari bahasa yang berlainan yaitu:
         Socius dari bahasa latin yang berarti teman
         Logos dari bahasa yunani yang berarti ilmu
Jadi dapat dianggap sosiologisebagai study tentang masyarakat sehingga sosiologi adalah ilmu  pengetahuan tentang perkawanan dan dalam arti luas adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat.

Definisi Sosiologi Menurut Para Ahli
   Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari antara manusia dengan dengan kelompok
   Mayor Polak
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan yaitu hubungan antar manusia, manusia dengan kelompok, kelomok dengan kelompok baik kelompok formal maupun kelompok material
   Kingsley Davis
Sosiologi adalah suatu pelajaran khusus yang ditunjukan kepada cara-cara masyarakat untuk mencaai kesatuan, perkembangan dan perubahan tertentu.

2.2 Sifat Hakikat Sosiologi
   Sosiologi adalah ilmu social
   Sosiologi bukan merupakan disiplin ilu yang normatif, melainkan disiplin ilmu yang ketegoris
   Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murni
   Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pola-pola umum serta mencuri prinsip-prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksimanusia, sifat, hakikat, bentuk, isi dan struktur masyarakat manusia
   Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum
   Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional


2.3 Teori Sosial Budaya
Teori sosial budaya adalah sebuah teori yang muncul dalam psikologi yang terlihat pada kontribusi penting bahwa masyarakat membuat untuk perkembangan individu. Teori ini menekankan interaksi antara orang-orang mengembangkan dan budaya di mana mereka tinggal. Kebudayaan : suatu sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia  yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 1986). Kebudayaan itu ada tiga wujudnya, yaitu :
1.      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai , norma-norma, peraturan dsb.
Merupakan wujud dari ide kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Letaknya ada di dalm pikiran warga  masyarakat di mana kebudayaan bersan gkutan itu hidup. Dikenal  den gan adat istiadat atau sering berada dalam karangan dan buku-bukuu hasil karya para penulis warga masyarakat bersangkutan. Saat ini kebudayaan ideal lebih banyak tersimpan dalam disk, arsip, koleksi microfilm dan microfish, kartu komputer, silinder dan pita komputer.
2.   Wujud Kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas tindakan berpola dari manusia dari masyarakat, disebut juga sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yanbg berinteraksi, berhub ungan, bergaul yang berdasarkan adat tata kelaku an. Sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobserv asi, difoto dan didokumentasi.
3.   Wujud kebudayaan  sebagai  benda-benda hasil karya manusia, disebut kebudayaan fisik, dan tak memerlukan banyak penjelasan.
Merupakan seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan d an karya semua manusia dalam masyarakat. Sifatnya paling konkret, atau berupa benda-benda atau hal-hal  yang dapat diraba, dilihat, dan difoto. Hasil karya manusia seperti candi, komputer, dapat diraba, dilihat, dan difoto. Hasil karya manusia seperti candi, komputer, pabrik baja, kapal, batik sampai kancing baju dsb.

2.4 Teori Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan / mempertahankan budaya, mengakomodasi / negoasiasi budaya dan mengubah / mengganti budaya klien.
a.    Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
b. Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
c.    Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Model  ini menyatakan  bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien. Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1.      Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu :


a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien
tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini
.

b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang
sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan
.

c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan
hubungan klien dengan kepala keluarga
.
 
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways
)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri
.

e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya
.  Pada tahap ini hal-hal yang dikaji meliputi : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.

f. Faktor ekonomi (economical factors
)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarg
a

g. Faktor pendidikan (educational factors
)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti
ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan  kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini

3.
Intervensi dan Implementasi
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan.
 Perencanaan adalah
suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai dengan
latar belakang budaya klien. Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance
1)      Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang
proses melahirkan dan perawatan bayi
2)      Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3)      Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural care accomodation/negotiation
1)      Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2)      Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3)      Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik
c. Cultual care repartening/reconstruction
1)      Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
2)      Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
3)      Gunakan pihak ketiga bila perlu
4)      Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua


5)      Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya
masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan
perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

2.5 Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku Kesehatan
a.       Perilaku sadar yang menguntungkan kesehatan.
Mencakup perilaku-perilaku yang secara sadar oleh seseorang yang berdampak menguntungkan kesehatan. Golongan perilaku ini langsung berhubungan dengan kegiatan-kegiatan pencegahan penyakit serta penyembuhan dari penyakit yang dijalankan dengan sengaja atas dasar pengetahuan dan kepercayaan bagi diri yang bersangkutan, atau orang-orang lain, atau suatu kelompok sosial. Sehubungan dengan ini, kebutuhan-kebutuhan pelayanan dan perawatan medis dipenuhi melalui fasilitas - fasilitas yang tersedia yang mencakup; (1) sistem perawatan rumah tangga, (2) sistem perawatan tradisional yang diberikan oleh Prametra (pemraktek atau praktisi medis tradisional), dan (3) sistem perawatan formal (biomedis atau kedokteran).


b.      Perilaku sadar yang merugikan kesehatan
Perilaku sadar yang dijalankan secara sadar atau diketahui tetapi tidak menguntungkan kesehatan terdapat pula di kalangan orang berpendidikan atau profesional, atau secara umum pada masyarakat-masyarakat yang sudah maju. Kebiasaan merokok (termasuk kalangan ibu hamil), pengabaian pola makanan sehat sesuai dengan kondisi biomedis, ketidakteraturan dalam pemeriksanaan kondisi kehamilan, alkoholisme, pencemaran lingkungan, suisida, infantisida, pengguguran kandungan, perkelahian, peperangan dan sebagainya.

c.       Perilaku tidak sadar yang merugikan kesehatan
Golongan masalah ini paling banyak dipelajari, terutama karena penanggulangannya merupakan salah satu tujuan utama berbagai program pembangunan kesehatan masyarakat, misalnya pencegahan penyakit dan promosi kesehatan kalangan pasangan usia subur, pada ibu hamil, dan anak-anak Balita pada berbagai masyarakat pedesaan dan lapisan sosial bawah di kota-kota.

d.      Perilaku tidak sadar yang menguntungkan kesehatan.
Golongan perilaku ini menunjukkan bahwa tanpa dasar pengetahuan manfaat biomedis umum yang terkait, seseorang atau sekelompok orang dapat menjalankan kegiatan-kegiatan tertentu yang secara langsung atau tidak langsung memberi dampak positif terhadap derajat kesehatan mereka.

Dalam berbagai model penyakit, faktor sosial berperan menghasilkan unsur penyebab peyakit atau memperbesar peluang orang untuk kontak dengan kuman (agen) penyakit.
·         Faktor sosial dapat mempengaruhi konsumsi alkohol, kebiasaan merokok dan perilaku seksual. Namun faktor sosial tersebut tidak berperan dalam etiologi penyakit karena timbulnya penyakit pada seseorang ada mekanismenya tersendiri.
·         Stres atau ketegangan sosial mengakibatkan reaksi tubuh tidak dapat menyesuaikan sehingga menimbulkan penyakit.
·         Bagi orang yang berpendidikan rendah maka peningkatan penghasilan bekaitan dengan kemungkinan menderita rematik arthritis. Akan tetapi angka rematik lebih tinggi pada mereka yang berpenghasilan rendah di antara mereka yang berpendidikan tinggi (King dan Cobb,1958:474)
·         Status perkawinan memberi penjelasan tentang angka kematian. Tingginya angka bunuh diri pada bujangan , janda dan duda dibandingkan dengan orang yang sedang menikah menunjukkan bahwa mereka lebih rawan untuk melakukan perbuatan tersebut, dan bila angka bunuh diri pada kedua kelompok jenis kelamin dijadikan standar maka pria bujangan atau duda lebih rawan dibandingkan dengan para gadis dan janda (Durkheim,1952:197-198)
·         Status sosial ekonomi merupakan ukuran yang penting. Dengan melihat pekerjaan orang tua maka proporsi orang yang mendapat gangguan jiwa mulai dari status teringgi hingga terendah adalah 17,5%; 16,4%; 20,9%; 24,5%; 29,4% dan 32,7% (Srolle dkk.,1962)
Disintegrasi sosial memiliki 10 indikator yaitu: kesulitan ekonomi, kekacauan budaya, sekularisasi, lemahnya asosiasi, lemahnya kepemimpinan, sedikitnya pola rekreasi, tingginya angka kejahatan dan pelanggaran, tingginya angka perceraian, tingginya permusuhan dan lemahnya jaringan komunikasi
















BAB III
GAMBARAN KASUS

Ny. H seorang ibu rumah tangga yang berusia 24 tahun datang dari UGD ke ruang perawatan penyakit dalam bersama perawat, suami, dan anaknya. dengan keluhan Ny. H adalah badannya terasa panas sudah 3 hari, kepala terasa sakit, mual, muntah, tidak nafsu makan dan lemas. Pendidikan terakhir Ny. H adalah SMP (MTS). Ny. H beragama Islam, iya berpandangan bahwa sakitnya karena ujian dari Allah SWT. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh perawat didapatkan TTV TD 100/ 70 mmHg, suhu 38, Nadi 60 x/mnt, pernafasan 17 x/ mnt, bercak merah pada kulit, uji bendung positif, terdapat hematomegali dan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan Ht > 20 %, penurunan trombosit < 50 Rb/ul, dan penurunan leokosit sampai 4 rb/ul . dan dokter mendiagnoasa Ny. H DHF. Dokter menyarankan Ny. H harus dirawat kurang lebih 5 hari dan harus melakukan transfusi trombosit sampai pada keadaan normal karena penurunan trombosit yang rendah. Ny. H langsung menolak setelah mendengar bahwa dirinya harus melakukan tranfusi trombosit dengan alasan dalam kepercayaan dan budayanya yaitu suku kalimantan tidak boleh menerima tranfusi dari orang lain. Ny. H jarang memeriksakan dirinya ke rumah sakit Akan tetapi Ny. H pernah jatuh sakit dan hanya berobat keklinik dokter saja. Sesekali dokter pernah menyarankan pemeriksaan berlanjut ke laboratorium namun Ny. H mengabaikannya dengan alasan kedokterpun sudah bisa sembuh. Dalam biaya pengobatan Ny. H dan suaminya tidak ada masalah karena Ny. H dan suaminya sudah mempunyai tabungan. Ny. H dan keluarga mempunyai kebiasaan makan sehari – hari adalah makanan hewani jarang memakan makanan nabati. Makanan yang dipantang adalah daging babi.









BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Pada kasus diatas
4.1 Implementasi Soial Budaya dalam Askep Sehubungan dengan Sudut Pandang Manusia (Individu) Yaitu pada Kasus Saat:
Ny. H jarang memeriksakan dirinya ke rumah sakit. Akan tetapi Ny. H pernah jatuh sakit dan hanya berobat keklinik dokter saja. Sesekali dokter pernah menyarankan pemeriksaan berlanjut ke laboratorium namun Ny. H mengabaikannya dengan alasan kedokterpun sudah bisa sembuh.

4.2 Implementasi Soial Budaya dalam Askep Sehubungan dengan Sudut Pandang Keluarga Yaitu pada Kasus Saat:
Ny. H dan keluarga mempunyai kebiasaan makan sehari – hari adalah makanan hewani jarang memakan makanan nabati. Makanan yang dipantang adalah daging babi.

4.3 Implementasi Soial Budaya dalam Askep Sehubungan dengan Sudut Pandang Masyarakat Yaitu p ada Kasus Saat:
Dokter menyarankan Ny. H harus dirawat kurang lebih 5 hari dan harus melakukan transfusi trombosit sampai pada keadaan normal karena penurunan trombosit yang rendah. Ny. H langsung menolak setelah mendengar bahwa dirinya harus melakukan tranfusi trombosit dengan alasan dalam kepercayaan dan budayanya yaitu suku kalimantan tidak boleh menerima tranfusi dari orang lain.

4.4 Berikut Asuhan Keperawatan Yang Akan Dibahas Secara Lengkapnya:
4.4.1 Pengkajian Keperawatan Lintas Budaya
A. Faktor teknologi (tecnological factors)
1.      Persepsi Sehat Sakit : Dalam Kasus tidak dijelaskan sehingga perawat harus mengkaji kepada pasien.
2.      Kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan : Ny. H pernah jatuh sakit dan hanya berobat keklinik dokter saja
3.      Alasan mencari bantuan kesehatan : klien mengatakan dengan berobat kedokterpun sudah sembuh.
4.      Persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini : Ny. H jarang memeriksakan dirinya ke rumah sakit Akan tetapi Ny. H pernah jatuh sakit dan hanya berobat keklinik dokter saja. Sesekali dokter pernah menyarankan pemeriksaan berlanjut ke laboratorium namun Ny. H mengabaikannya dengan alasan kedokterpun sudah bisa sembuh
B. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
1.      Agama yang dianut : Islam
2.      Status pernikahan : Sudah menikah
3.      Cara pandang klien terhadap penyebab penyakit : iya berpandangan bahwa sakitnya karena ujian dari Allah SWT
4.      Cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan : Dalam Kasus tidak dijelaskan sehingga perawat harus mengkaji kepada pasien.
C.  Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
 1.   Nama lengkap      : Ny. H
3.      Nama panggilan  : Ny. H
4.      Umur                   : 24 tahun
5.      Jenis kelamin       : Perempuan
6.      Status                  : Sudah menikah
7.      Tipe keluarga       : keluarga tradisional
8.      Pengambilan keputusan dalam keluarga          :
9.      Ny. H langsung menolak setelah mendengar bahwa dirinya harus melakukan tranfusi trombosit dengan alasan dalam kepercayaan tidak boleh menerima tranfusi dari orang lain.
10.  Hubungan klien dengan kepala keluarga         : Istri
D.    Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
1.      Posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga : Seorang suami dan karyawan swasta
2.      Bahasa yang digunakan : Istri dan suaminya menggunakan bahasa Indonesia.
3.      Kebiasaan makan dan makanan yang dipantang dalam kondisi sakit : Ny. H dan keluarga mempunyai kebiasaan makan sehari –har makanan hewani jarang memakan makanan nabati. Makanan yang dipantang adalah daging baby.
4.      Persepsi sakit yang berkaitan dengan aktivitas sehari – hari : Dalam Kasus tidak dijelaskan sehingga perawat harus mengkaji kepada pasien.
E.     Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
1.      Peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung :
didalam kasus tidak tercamtum akan tetapi berdasarkan kebijakan beberapa  rumah sakait jam berkunjung Pertama, di pagi hari yang di mulai pukul 10.00 sampai 12.00. Serta sore hari yang dimulai pukul 16.00 sampai 18.00. Untuk mengefektifkan jam kunjungan tersebut, kini rumah sakit menertibkannya dengan menempatkan petugas di seluruh pintu masuk.
2.      Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu : berdasarkan kebijakan beberapa rumah sakit jumlah keluarga yang boleh menunggu tidak lebih dari 2 orang.
3.      Cara pembayaran untuk perawatan : Dalam Kasus tidak dijelaskan sehingga perawat harus mengkaji kepada pasien.
F.      Faktor ekonomi (economical factors)
1.      Pekerjaan klien : ibu rumah tangga
2.      Sumber biaya pengobatan : tabungan kelurga
3.      Tabungan ynag dimiliki oleh keluarga : Dalam Kasus tidak dijelaskan sehingga perawat harus mengkaji kepada pasien.
G.    Faktor pendidikan (educational factors)
1.      Tingkat pendidikan klien : SMP
2.      Jenis pendidikan : MTS

4.4.2    Diagnosa Keperawatan Lintas Budaya
A.    Rumusan Diagnosa Keperawatan Lintas Budaya
1.      Resiko tinggi : Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak ade kuat.
2.      Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai budaya yang diyakini.
B.     Data Subyektif dan Data Obyektif
1.      Resiko tinggi : Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak ade kuat.
DS : Pasein mengatakan perutnya terasa mual, muntah, tidak nafsu makan dan lemas
DO : Perawat melakukan pemeriksaan fisik dan didapatkan hepatomegali.
2.      Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan sistem nilai budaya yang diyakini.
DS : Pasien mengatakan dirinya tidak ingin dilakukan trasnfusi trombosit dari orang lain.
DO : Ny. H langsung menolak setelah mendengar bahwa dirinya harus melakukan tranfusi trombosit dengan alasan dalam kepercayaan dan budayanya yaitu suku kalimantan tidak boleh transfusi dari orang lain.

4.4.3 Intervensi dan  Implementasi Keperawatan Lintas Budaya
Diagnosa Keperawatan No. 1
Resiko tinggi :Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak ade kuat.
Tujuan jangka panjang :setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam, keluhan pasien dapat diatasi.
Tujuan jangka pendek :setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, klien mampu memenuhi kebutuhan nutrisi dengan makan dihabiskan 3 x 1 porsi.
Kriteria Hasil :setelah melakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat menghabiskan makanan yang disediakan rumah sakit, menunjukan penigkatan berat badan yang progresif, dan tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.
Intervensi :
a.   lakukan pemeriksaan TTV setiap 6 jam sekali pada pukul 06.00, 12.00, 18.00, dan 24.00 WIB
b.   kaji faktor penyebab mual dan muntah yang menimbulkan tidak nafsu makan. Hal yang dikaji adalah kebiasaan sebelum makan pasien, dan makanan yang biasa dimakan pasien.
c.   Lakukan pengukuran berat badan pasien dan menghitung berat badan ideal pasien dengan rumus BB ideal = (TB – 100 ) – 10 %
d.   Anjurkan makan sedikit tapi sering seperti makan roti setiap setengah jam.
e.   Anjurkan makanan yang halus seperti makan biskuit, bubur, dan roti,
f.    Anjurkan banyak minum air mineral minimal 8 – 10 gelas / hari
g.   Kolaborasikan dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi Tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) atau sesuai kebutuhan pasien.
h.   Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian suplemen tambahan dan obat antiemetik

Diagnosa Keperawatan No. 2
Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai budaya yang diyakini.
Tujuan jangka panjang : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam klien mengalami peningkatan jumlah trombosit samapai 150 – 450 rb/ul.
Tujuan jangka pendek : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 jam klien mampu menunjukan keinginannya untuk dilakukan transfusi trombosit sampai nilai 50 – 100  rb/ul.
Kriteria hasil : setelah melakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat menyetujui transfusi, dan komplikasi dapat diminimalkan dan dicegah.

Intervensi :
Tanggal 20 mei 2013 pukul 09.00 WIB
a. Lakukan identifikasi alasan menolak transfusi trombosit. Menanyakan kepada pasien mengapa tidak setuju dilakukan transfusi trombosit
b. Bersikap tenang dan tidak terburu -  buru saat berinteraksi dengan klien.
c. Lakukan negosiasi untuk menjelaskan dan meyakinkan kepada pasien tentang kemanfaatan pengobatan yang diberikan. Berikan penjelasan bahwa keadaan trombosit saat ini sangat rendah yang tidak dapat dilakukan dengan bantuan makanan, obat oral dan transfusi dari anggota keluarga karena harus mencari trombosit yang cocok untuk diri yang akan memakan waktu lama sehingga harus malalui transfusi trombosit yang sudah ada dirumah sakit. Apabila tidak dilakukan akan berdampak negatif bagi pasien
d. Gunakan bahasa dan terminologi yang mudah dipahami oleh pasien.
e. Menggunkan pihak ketiga yaitu suami atau anaknya untuk membantu meyakini transfusi trombosit.
f. Lakukan Informed Consent apabila pasien tetap tidak ingin transfusi trombosit.
4.4.4 Evaluasi
Diagnosa I
Tanggal 20 mei 2013 pukul 13.00 WIB
S     : Pasien mengatakan dirinya setuju dilakukan transfusi trombosit agar suami dan istrinya dapat bahagia.
O    : wajah pasien menunjukan kesetujuannya, pasien tidak menolak ketika perawat mulai melakukan tindakan, adanya peningkatan trombosit sampai 5 rb/ul.
A    : Masalah meyakinkan klien untuk melakukan transfusi teratasi namun belum mengalami peningkatan trombosit yang cukup.
P     : Lanjutkan Intervensi Keperawatan untuk pemberian kembali transfusi trombosit 400 cc/ jam.
I      : pukul 15.00 WIB Transfusi trombosit 400 cc/jam dilakukan
E    : Pasien tampak tenang dan tidak ada penolakan untuk dilakukan transfusi trombosit kembali.
R     : kaji ulang







Diagnosa II
Tanggal 24 mei 2013 pukul 08.00 WIB
S  : Pasien mengatakan dirinya sudah tidak merasakan mual, nafsu makan meningkat
O : pasien menghabiskan makanan yang disediakan dirumah sakit dan pasien tampak tenang.
A : pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi sehingga masalah teratasi.
P  : lanjutkan intervensi keperawatan untuk perawatan dirumah
•      anjurkan banyak makan sayur
•      anjurkan berorahraga
•      mengenakan pakainya panjang
•      mengenakan obat penangkal ketika tidur
•      membersihan kamar mandi dan bak mandi
•      Tetap Menjaga kesehatan
I    : 08.30 WIB Melaksanakan intervensi Keperawatan
E :pasien menerima informasi yang disampaikan dan menunjukan pemahamannya.
R   : Kaji Ulang















BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Sosiologi adalah ilmu  pengetahuan tentang perkawanan dan dalam arti luas adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Aspek sosial budaya yang mempengaruhi status kesehatan dan perilaku kesehatan terdiri dari perilaku sadar yang menguntungkan kesehatan, perilaku sadar yang merugikan kesehatan, perilaku tidak sadar yang merugikan kesehatan, perilaku tidak sadar yang menguntungkan kesehatan.
Teori sosial budaya adalah sebuah teori yang muncul dalam psikologi yang terlihat pada kontribusi penting bahwa masyarakat membuat untuk perkembangan individu.
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

3.2  Saran
Kami menyarankan agar tenaga kesehatan tidak meremehkan ilmu sosiologi karena sosiologi juga berperan dalam ilmu kesehatan dan juga banyak manfaatnya dalam praktik keperawatan.















DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Efy.2011. Keragaman Budaya dan Perpektif Transkultural.  Diakses 8 Mei 2014, pukul 15.09
Burhanudin,2007. (http://nurs1ng.wordpress.com transkultural-nursing) Diakses 9 Mei 2014, pukul 14.00
Dahlan, S. 2008 (http://id.wikipedia.org/wiki/Sosiologi) Diakses 9 Mei 2014, pukul 15.00
Gunawan, Wahid. 2009 (http://www.docstoc.com/docs/6850304/Teori-teori-Keperawatan) Diakses 9 Mei 2014, pukul 16.03