BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Jujur merupakan aset paling berharga
yang saat ini begitu banyak dilupakan orang. Sampai-sampai kita sendiri pun
terkadang tidak mampu untuk jujur terhadap diri sendiri. Berbagai
masalah etis yang dihadapi perawat dalam praktik keperawatan telah menimbulkan
konflik antara kebutuhan klien dengan harapan perawat dan falsafah keperawatan.
Masalah etika keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika kesehatan,
dalam kaitan ini dikenal istilah etika biomedis atau bioetis. Istilah bioetis
mengandung arti ilmu yang mempelajari masalah yang timbul akibat kemajuan ilmu
pengetahuan, terutama di bidang biologi dan kedokteran.
Untuk memecahkan berbagai masalah
bioetis, telah dibentuk suatu organisasi internasional. Para ahli telah
mengidentifikasi masalah bioetis yang dihadapi oleh para tenaga kesehatan,
termasuk juga perawat. Masalah etis yang akan dibahas secara singkat di sini
adalah berkata jujur (Truth Telling).
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Truth Telling?
2. Apa
macam-macam Truth Telling?
3. Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi Truth Telling?
4. Apa
saja model pemecahan masalah yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah etik Truth Telling?
5. Bagaimana
cara mnyelesaikan kasus yang berkaitan dengan Truth Telling?
1.3
Tujuan
Pembahasan
1.3.1
Tujuan
Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang hal – hal apa saja yang
perlu dipahami mengenai Truth Telling dan memberikan gambaran kasus dan konsep
penyelesaian masalah yang berkaitan dengan Truth Telling khususnya dibidang
keperawatan serta lain-lain yang bisa berdampak positif
bagi penulis dan para pembaca yang utamanya ditujukan untuk para tenaga
kesehatan.
1.3.2
Tujuan
Khusus
1.
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi Truth
Telling
2.
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami macam-macam Truth
Telling
3.
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami faktor-faktor
yang mempengaruhi Truth
Telling
4.
mahasiswa mampu mengetahui dan memahami model
pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah etik Truth Telling
5.
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami contoh kasus Truth
Telling dan penyelesainnya.
1.4
Manfaat
Penulisan
1. Dapat menambah wawasan pembaca mengenai
hal-hal apa saja yang perlu dipahami mengenai Truth Telling
2. Dapat menyelesaikan masalah yang muncul yang
berkaitan dengan kasus Truth Telling
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Truth Telling
Secara
baku, arti jujur adalah mengakui, berkata jujur adalah berkata atau memberikan
suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran. Dalam prakteknya, secara
hukum tingkat kujujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan
atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang
terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku maka jika seseorang berkata
tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan, orang tersebut sudah dapat
dianggap atau dinilai tidak jujur. Di dalam jiwa seseorang yang jujur itu
terdapat komponen nilai rohani yang memantulkan berbagai sikap yang berpihak
kepada kebenaran dan sikap moral yang terpuji. Orang yang tidak jujur berarti
menipu dirnya sendiri.
Dalam
keadaan apa pun, kita harus selalu berpihak pada kejujuran. Mutiara akhlak yang
disebut dengan kejujuran itu akan menempatkan kita dalam tingkat kemuliaan.
Salah satu permasalahan Etika Dalam
Praktek Keperawatan yaitu Berkata jujur (truth telling) Konsep kejujuran
(veracity) adalah prinsip etis yang mendasari berkata jujur. bersifat tidak
mutlak, sehingga desepsi(bohong) suatu saat diperlukan.
Dalam konteks berkata
jujur (truth telling), ada suatu istilah yang disebut desepsi, berasal dari
kata decieve yang berarti membuat orang percaya terhadap suatu hal yang tidak
benar, meniru, atau membohongi. Desepsi meliputi berkata bohong, mengingkari,
atau menolak, tidak memberikan informasi dan memberikan jawaban tidak sesuai
dengan pertanyaan atau tidak memberikan penjelasan sewaktu informasi
dibutuhkan. Berkata bohong merupakan tindakan desepsi yang paling dramatis
karena seseorang dituntut untuk membenarkan sesuatu yang di yakni salah.
Alasan berkata jujur :
a. Hal penting dalam menciptakan hubungan
saling percaya antara perawat dan pasien
b. Hak pasien untuk mengetahui informasi
c. Kewajiban moral
d. Menghilangkan cemas dan penderitaan pasien
e. Meningkatkan kerjasama pasien maupun
keluarga
f. Memenuhi kebutuhan perawat.
Alasan berkata bohong (desepsi) :
a. Pasien tidak mungkin dapat menerima
kenyataan.
b. Pasien menghendaki untuk tidak
diberitahu bila itu menyakitkan.
c. Desepsi mungkin bermanfaat untuk
meningkatkan kerjasama pasien.
2.2 Macam - Macam Truth Telling (Berkata Jujur):
1. Jujur
dalam berbicara
Jujur
dalam perkataan adalah bentuk kemasyhuran. Setiap individu berkewajiban menjaga
lisannya , yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata sindiran
karena hal itu sepadan dengan kebohongan, kecuali jika sangat dibutuhkan dan
demi kepentingan pada saat-saat tertentu
2. Jujur
dalam niat dan kehendak
Kejujuran
bergantung pada keikhlasan seseorang. Jika perbuatan atau tindakan yang
dilakukan tidak didasari dengan niat tujuan yang tulus tetapi demi kepentingan
individu atau diri sendiri, berarti dia tidak jujur dalam berniat, bahkan bisa
dikatakan telah berbohong.
3. Jujur
dalam berkeinginan dan dalam meralisaikannya
Keinginan atau tekad yang
dimaksudkan adalah seperti perkataan seseorang. Keinginan seperti ini ada
kalanya benar-benar jujur dan kalanya pula masih diselimuti kebimbangan.
Kejujuran dalam merialisasikan keinginan, seperti apabila seseorang ingin
berkata jujur untuk memberikan informasi yang sebenarnya kepada pasien.
Keinginan tersebut bisa terlaksana bisa juga tidak. Penyebab tidak
terealisainya keinginan tersebut bisa saja karena tidak memungkinkan seseorang
tersebut mengetahui informasi yang sebenarnya.
4. Jujur
dalam bertindak
Kejujuran
dalam bertindak berarti tidak ada perbedaan antara niat dan perbuatan. Jujur
dalam hal ini juga bisa berarti tidak berpura-pura tulus dalam bertindak sedangkan
hatinya tidaklah demikian. Misalnya seorang perawat yang menjatuhkan jarum
tetapi tidak diketahui oleh pasien, dalam hati perawat ingin mengganti jarum
yang dijatuhkan dan perawat pun mengganti jarum tersebut tanpa ada rasa bimbang
antara keinginan dan tindakan yang akan dilakukan.
5. Jujur
dalam hal keagamaan
Jujur dalam
agama adalah derajat kejujuran tertinggi, seperti jujur dalam rasa takut kepada
Allah SWT, mengharap ridha-Nya, rela dengan pemberi-Nya, cinta dan tawakal.
Semua perkara tadi memiliki fondasi yang menjadi tolok ukur kejujuran seseorang
dalam menyikapinya. kejujuran juga memiliki tujuan dan hakikat. Orang yang
jujur adalah mereka yang mampu mencapai hakikat semua perkara tadi dan mampu
mengalahkan keinginan nafsunya. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt. di dalam
firman-Nya,
6. Jujur
dalam berjanji
Janji
membuat diri kita selalu berharap. Janji yang benar membuat kita bahagia. Janji
palsu membuat kita selalu was-was. Maka janganlah memperbanyak janji (namun
tidak ditepati) karena Allah Swt. sangat membenci orang-orang yang selalu
mengingkari janji sebagaimana dalam firman-Nya.
7. Jujur
dalam kenyataan
Orang yang jujur
hidupnya selalu berada di atas kenyataan. Dia tidak akan menampilkan sesuatu
yang bukan dirinya. Dia tidak pernah memaksa orang lain untuk masuk ke dalam
jiwanya. Dengan kata lain, seorang yang jujur tidak hidup berada di bawah
bayang-bayang orang lain. Artinya, kita khususnya sebagai seorang perawat harus
hidup sesuai dengan keadaan diri kita sendiri.
2.3
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Truth
Telling (Berkata Jujur)
Dalam
mengembangkan perilaku truth telling (berkata jujur)
ada beberapa faktor yang berpengaruh dan ikut berperan penting, diantaranya :
1.
Faktor keluarga
Dalam keluarga, orangtua
memegang peran penting untuk mendidik anak sehingga mereka mampu memiliki sikap
jujur. Menurut Kelly,
“Seluruh etika kejujuran dan integritas dimulai sejak dini”. Ketika orangtua berhasil
mendidik anak untuk berkata
dan bersikap jujur, maka sang anak akan membawa sifat tersebut
hingga remaja bahkan dewasa. Memang tidak mudah untuk menumbuhkan sikap jujur,
anggota keluarga harus menjadi panutan yang baik bagi anak.
2.
Faktor lingkungan
Lingkungan yang buruk akan
merusak kebiasaan yang baik. Oleh karena itu, memilih teman sepergaulan sangat
penting, karena lingkungan memiliki pengaruh besar dalam membentuk kepribadian
tiap individu. Seperti kejujuran, jika terbiasa bermain bersama dengan
teman-teman yang membudayakan
perkataan atau sikap tidak jujur, individu
tersebut pun akan terbawa pergaulannya. Sadar atau tidak sadar kebiasaan buruk
tersebut akhirnya dibawa terus hingga dewasa.
3.
Faktor agama
Keyakinan kepada Tuhan dan
iman yang kuat untuk melakukan segala perintah-Nya mampu membuat tiap individu
terus bersikap baik.Seringkali individu dihadapkan pada suatu kondisi yang
mendesak untuk berkata
bohong atau berbuat curang, melakukan
korupsi, dan menjadikan mereka berpikir tidak realistis. Namun, jika tiap
individu memiliki iman dan keyakinan yang kuat maka tidak akan tergoda dengan
hal-hal duniawi. Seseorang akan tetap berbuat dan
berkata jujur dan menjadikan kejujuran
itu karakter diri.
4.
Motivasi
Motivasi diberikan oleh lingkungan sekitar
untuk berbuat jujur.Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya
yang tinggi untuk tujuan tertentu yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan
individu.Motivasi dapat diterapkan dengan pemberian penghargaan.Misalnya,
seorang anak yang bersikap jujur, diberikan pujian atau
hadiah, sehingga adanya penguatan untuk melakukan tindakan jujur.
2.4
Keuntungan Memiliki Sifat
Jujur
1.
Hidup tenang
Jika
kita selalu bersikap jujur individu akan memiliki kehidupan yang tenang. Karena
tidak perlu memikirkan masalah yang akan muncul akibat dari kebohongan yang
telah dilakukan.
2.
Mendapatkan pekerjaan
Memiliki
kejujuran dalam hidup membuat individu mudah memperoleh pekerjaan.Karena banyak
perusahaan yang mencari orang-orang yang mampu bersikap jujur dalam bekerja.
3.
Banyak teman.
Kejujuran
membuat banyak orang suka dan mau berteman dengan individu tersebut.Hal ini
karena sebagai orang yang jujur mereka bisa dipercaya.
4.
Memiliki nama baik.
Dengan
tidak pernah mendapatkan masalah yang memalukan seperti kebohongan atau tidak
jujur maka nama baik individu akan terjaga. Tentu saja hal ini sangat membanggakan
dan mendapatkan kepercayaan dari orang-orang sekitar.
5.
Memperoleh kesuksesan.
Kejujuran adalah modal awal
untuk mencapai kesuksesan. Orang yang jujur akan melakukan semua hal sebaik
mungkin, dengan cara yang jujur dan bersih.
2.5
Model
Pemecahan Masalah yang Dapat Digunakan untuk Menyelesaikan Masalah Etik Truth
Telling
Kerangka
pemecahan masalah
etik banyak
diutarakan oleh para ahli dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses
keperawatan / Pemecahan masalah secara ilmiah, antara lain:
1. Model Pemecahan
masalah ( Megan, 1989 )
a. Mengkaji
situasi
b. Mendiagnosa
masalah etik moral
c. Membuat tujuan
dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil
2. Kerangka pemecahan dilema etik
(kozier & erb, 2004 )
a. Mengembangkan data dasar.
Ø Siapa yang terlibat dalam situasi
tersebut dan bagaimana keterlibatannya
Ø Apa tindakan yang diusulkan
Ø Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
Ø Apa konsekuensi-konsekuensi yang
mungkin timbul dari tindakan yang diusulkan.
a. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi
tersebut
b. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan
yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan
tersebut
c. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan
siapa pengambil keputusan yang tepat
d. Mengidentifikasi kewajiban perawat
e. Membuat
keputusan
3. Model Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai
alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya
konsekuensi untuk setiap alternatif keputusan
g. Memberi keputusan
h Mempertimbangkan
bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai dengan falsafah umum untuk
perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual
dari keputusan telah tampak dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu
membuat keputusan berikutnya.
4. Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel
( 1981)
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilema
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan
5. Langkah-langkah menurut Thompson &
Thompson ( 1981)
a. Meninjau
situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang diperlukan, komponen
etis dan petunjuk individual.
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi
situasi
c. Mengidentifikasi Issue etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan professional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual
yang terkait.
f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada
BAB III
GAMBARAN KASUS
Kasus ini didapat dari sumber internet, berikut
adalah kasus yang terjadi:
Suatu hari ada seorang bapak-bapak
dibawa oleh keluarganya ke salah satu Rumah Sakit di kota Surakarta dengan
gejala demam dan diare kurang lebih selama 6 hari. Selain itu bapak-bapak
tersebut (Tn. A) menderita sariawan sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan
berat badannya turun secara berangsur-angsur. Semula Tn. A badannya gemuk tapi
3 bulan terakhir ini badannya kurus dan telah turun 10 Kg dari berat badan
semula. Tn. A ini merupakan seorang sopir truk yang sering pergi keluar kota
karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-kadang 2 minggu sekali
bahkan sebulan sekali.
Tn. A masuk UGD kemudian dari dokter
untuk diopname di ruang penyakit dalam karena kondisi Tn. A yang sudah sangat
lemas. Keesokan harinya dokter yang menangani Tn. A melakukan visit kepada Tn.
A, dan memberikan advice kepada perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium dengan mengambil sampel darahnya. Tn. A yang ingin tahu sekali
tentang penyakitnya meminta perawat tersebut untuk segera memberi tahu
penyakitnya setelah didapatkan hasil pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB
hasil pemeriksaan telah diterima oleh perawat tersebut dan telah dibaca oleh
dokternya. Hasilnya mengatakan bahwa Tn. A positif terjangkit penyakit
HIV/AIDS. Kemudian perawat tersebut memanggil keluarga Tn. A untuk menghadap
dokter yang menangani Tn. A. Bersama dokter dan seijin dokter tersebut, perawat
menjelaskan tentang kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan
bingung. Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat untuk tidak memberitahukan
penyakitnya ini kepada Tn. A. Keluarga takut Tn. A akan frustasi, tidak mau
menerima kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat.
Perawat tersebut mengalami dilema etik
dimana satu sisi dia harus memenuhi permintaan keluarga namun di sisi lain perawat
tersebut harus memberitahukan kondisi yang dialami oleh Tn. A karena itu
merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi.
BAB IV
PENYELESAIAN MASALAH
4.1
Menggunakan Tahapan Penyelesaian Masalah Etik
Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat yang berkaitan dengan Truth Telling
(Berkata Jujur) dimana dilema etik itu didefinisikan sebagai suatu
masalah yang melibatkan dua ( atau lebih ) landasan moral suatu tindakan tetapi
tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap
alternatif tindakan memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini
sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan kebingungan
pada tim medis yang dalam konteks kasus ini khususnya pada perawat karena dia
tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya.
Menurut Thompson & Thompson (1981) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana
tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang
memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Untuk membuat keputusan yang etis,
seorang perawat harus bisa berpikir rasional dan bukan emosional.
Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan yang
sesuai dengan etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang dibuat oleh
pasien dan keluarga. Selain itu dia juga harus melaksanakan kewajibannya
sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak pasien salah satunya adalah memberikan
informasi yang dibutuhkan pasien atau informasi tentang kondisi dan
penyakitnya. Hal ini sesuai dengan salah satu hak pasien dalam pelayanan
kesehatan menurut American Hospital Assosiation dalam Bill of Rights.
Memberikan informasi kepada pasien merupakan suatu bentuk interaksi antara
pasien dan tenaga kesehatan. Sifat hubungan ini penting karena merupakan faktor
utama dalam menentukan hasil pelayanan kesehatan. Keputusan keluarga pasien
yang berlawanan dengan keinginan pasien tersebut maka perawat harus memikirkan
alternatif-alternatif atau solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
berbagai konsekuensi dari masing-masing alternatif tindakan.
Dalam pandangan
Etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu memahami tanggung
jawabnya. Perawat perlu memahami konsep kebutuhan dasar manusia dan bertanggung
jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut tidak hanya berfokus pada
pemenuhan kebutuhan fisiknya atau psikologisnya saja, tetapi semua aspek
menjadi tanggung jawab perawat. Etika perawat melandasi perawat dalam
melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam pandangan etika keperawatan, perawat
memilki tanggung jawab (responsibility) terhadap tugas-tugasnya.
Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk
mengatasinya karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan pendapat antar
tim medis yang terlibat termasuk dengan pihak keluarga pasien. Jika perbedaan
pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah komunikasi dan kerjasama
antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas akan membawa dampak
ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan. Berbagai model
pendekatan bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah dilema etik ini antara
lain model dari Megan, Kozier dan Erb, model Murphy dan Murphy,
model Levine-ariff dan Gron, model Curtin, model Purtilo
dan Cassel, dan model Thompson dan thompson.
Berdasarkan pendekatan model Megan, maka kasus dilema etik perawat
yang merawat Tn. A ini dapat dibentuk kerangka penyelesaian sebagai berikut :
1.
Mengkaji situasi
Dalam hal ini perawat harus bisa melihat
situasi, mengidentifikasi masalah/situasi dan menganalisa situasi. Dari kasus
diatas dapat ditemukan permasalahan atau situasi sebagai berikut :
·
Tn. A menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui
penyakit yang dideritanya sekarang sehingga Tn. A meminta perawat tersebut
memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan kepadanya.
·
Rasa kasih sayang keluarga Tn. A terhadap Tn. A membuat keluarganya berniat
menyembunyikan informasi tentang hasil pemeriksaan tersebut dan meminta perawat
untuk tidak menginformasikannya kepada Tn. A dengan pertimbangan keluarga takut
jika Tn. A akan frustasi tidak bisa menerima kondisinya sekarang
·
Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua
pilihan dimana dia harus memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain dia
juga harus memenuhi haknya pasien untuk memperoleh informasi tentang hasil
pemeriksaan atau kondisinya.
2. Mendiagnosa Masalah Etik Moral
Berdasarkan kasus dan analisa situasi
diatas maka bisa menimbulkan permasalahan etik moral yaitu Truth Telling jika perawat
tersebut tidak memberikan informasi kepada Tn. A terkait dengan penyakitnya
karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi tentang kondisi
pasien termasuk penyakitnya.
3. Membuat Tujuan dan Rencana
Pemecahan
Alternatif-alternatif rencana harus
dipikirkan dan direncanakan oleh perawat bersama tim medis yang lain dalam
mengatasi permasalahan dilema etik yaitu permasalahan etik moral Truth Telling seperti ini.
Adapun alternatif rencana yang bisa dilakukan antara lain :
a. Perawat akan
melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan informasi hasil
pemeriksaan/penyakit Tn. A kepada Tn. A saat itu juga, tetapi memilih waktu
yang tepat ketika kondisi pasien dan situasinya mendukung.
Hal ini bertujuan supaya Tn. A tidak panik yang berlebihan ketika mendapatkan
informasi seperti itu karena sebelumnya telah dilakukan pendekatan-pendekatan
oleh perawat. Selain itu untuk alternatif rencana ini diperlukan juga suatu
bentuk motivasi/support sistem yang kuat dari keluarga. Keluarga harus tetap
menemani Tn. A tanpa ada sedikitpun perilaku dari keluarga yang menunjukkan
denial ataupun perilaku menghindar dari Tn. A. Dengan demikian diharapkan
secara perlahan, Tn. A akan merasa nyaman dengan support yang ada sehingga
perawat dan tim medis akan menginformasikan kondisi yang sebenarnya.
Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk
memberitahu Tn. A tentang kondisinya dan ternyata Tn. A menanyakan kondisinya
ulang, maka perawat tersebut bisa menjelaskan bahwa hasil pemeriksaannya masih
dalam proses tim medis.
Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat
tidak segera memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A dan tidak jujur saat
itu walaupun pada akhirnya perawat tersebut akan menginformasikan yang
sebenarnya jika situasinya sudah tepat. Ketidakjujuran merupakan suatu bentuk
pelanggaran kode etik keperawatan.
b. Perawat akan
melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak pasien
terutama hak Tn. A untuk mengetahui penyakitnya, sehingga ketika hasil
pemeriksaan sudah ada dan sudah didiskusikan dengan tim medis maka perawat akan
langsung menginformasikan kondisi Tn. A tersebut atas seijin dokter.
Alternatif ini bertujuan supaya Tn. A merasa dihargai dan
dihormati haknya sebagai pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika
keperawatan. Hal ini juga dapat berdampak pada psikologisnya dan proses
penyembuhannya. Misalnya ketika Tn. A secara lambat laun mengetahui penyakitnya
sendiri atau tahu dari anggota keluarga yang membocorkan informasi, maka Tn. A
akan beranggapan bahwa tim medis terutama perawat dan keluarganya sendiri
berbohong kepadanya. Dia bisa beranggapan merasa tidak dihargai lagi atau
berpikiran bahwa perawat dan keluarganya merahasiakannya karena ODHA (Orang
Dengan HIV/AIDS) merupakan “aib” yang dapat mempermalukan keluarga dan Rumah
Sakit. Kondisi seperti inilah yang mengguncangkan psikis Tn. A nantinya yang
akhirnya bisa memperburuk keadaan Tn. A. Sehingga pemberian informasi secara
langsung dan jujur kepada Tn. A perlu dilakukan untuk menghindari hal tersebut.
Kendala-kendala
yang mungkin timbul :
1. Keluarga tetap tidak setuju untuk memberikan informasi
tersebut kepada Tn. A
Sebenarnya maksud dari keluarga tersebut adalah benar karena tidak ingin
Tn. A frustasi dengan kondisinya. Tetapi seperti yang diceritakan diatas bahwa
ketika Tn. A tahu dengan sendirinya justru akan mengguncang psikisnya dengan
anggapan-anggapan yang bersifat emosional dari Tn. A tersebut sehingga bisa
memperburuk kondisinya. Perawat tersebut harus mendekati keluarga Tn. A dan menjelaskan
tentang dampak-dampaknya jika tidak menginformasikan hal tersebut. Jika
keluarga tersebut tetap tidak mengijinkan, maka perawat dan tim medis lain bisa
menegaskan bahwa mereka tidak akan bertanggung jawab atas dampak yang terjadi
nantinya. Selain itu sesuai dengan Kepmenkes 1239/2001 yang mengatakan bahwa
perawat berhak menolak pihak lain yang memberikan permintaan yang bertentangan
dengan kode etik dan profesi keperawatan.
2.
Keluarga telah
mengijinkan tetapi Tn. A denial
dengan informasi yang diberikan perawat.
Denial atau
penolakan adalah sesuatu yang wajar ketika seseorang sedang mendapatkan permasalahan
yang membuat dia tidak nyaman. Perawat harus tetap melakukan
pendekatan-pendekatan secara psikis untuk memotivasi Tn. A. Perawat juga
meminta keluarga untuk tetap memberikan support sistemnya dan tidak menunjukkan
perilaku mengucilkan Tn. A tersebut. Hal ini perlu proses adaptasi sehingga
lama kelamaan Tn. A diharapkan dapat menerima kondisinya dan mempunyai semangat
untuk sembuh.
4. Melaksanakan Rencana
Alternatif-alternatif rencana tersebut
harus dipertimbangkan dan didiskusikan dengan tim medis yang terlibat supaya
tidak melanggar kode etik keperawatan. Sehingga bisa diputuskan mana alternatif
yang akan diambil. Dalam mengambil keputusan pada pasien dengan dilema etik
harus berdasar pada teori,
nilai dan prinsip-prinsip
etik yang berfungsi
untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau
diizinkan dalam situasi tertentu (John
Stone, 1989), yang meliputi :
Alternatif rencana yang
dipertimbangkan berdasarkan teori :
Teori
Deontologi
Dalam kasus ini, penyelesaian
masalah atas dasar teori deontologi, yaitu teori yang menekankan pada
pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas pelaksanaan
kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban sudah melakukan kebaikan. Teori ini tidak terpatok pada konsekuensi
perbuatan dengan kata lain teori ini melaksanakan terlebih dahulu tanpa
memikirkan akibatnya. Sepeerti pada kasus di atas, perawat langsung
memberikan informasi tentang kondisi pasien setelah hasil pemeriksaan selesai
dan didiskusikan dengan semua yang terlibat. Dengan begitu pasien akan merasa
dihargai.
Alternatif rencana yang
dipertimbangkan berdasarkan nilai:
·
Alternatif pengambilan
keputusan pertama :
Apabila
keputusan yang diambil berdasarkan keinginan perawat, yaitu memberitahu pasien
tentang kondisi yang sebenarnya langsung setelah hasil diagnosa diketahui, hal
itu didukung dengan beberapa nilai etika keperawatan, diantaranya :
1. Nilai
Harkat Martabat Manusia (Human Dignity)
Setiap orang memiliki
harkat dan martabat yang ingin dihargai
oleh orang lain, termasuk seorang pasien. Dan sebagai seorang perawat hendaknya
berusaha menghargai harkat dan martabat manusia tersebut. Salah satunya dengan
memberitahu kondisi pasien yang sesungguhnya.
2. Nilai
Kejujuran (Truth)
Seorang perawat harus
selalu berkata jujur. Berkata jujur
merupakan hal yang penting dalam hubungan saling percaya perawat-klien. Klien
mempunyai hak untuk mengetahui, berkata jujur merupakan kewajiban moral, menghilangkan cemas dan penderitaan,
meningkatkan kerja sama klien maupun keluarga, dan memenuhi kebutuhan perawat.
3. Nilai
Kebebasan (Freedom)
Pasien memiliki
kebebasan untuk mengetahui kondisi kesehatannya. Baik ataupun buruk kondisinya
seorang pasien berhak mengetahuinya untuk dapat membuat keputusan tentang
dirinya.
·
Alternatif pengambilan
keputusan kadua :
Apabila
keputusan yang diambil berdasarkan keinginan keluarga pasien, yaitu tidak
memberitahu secara langsung kepada pasien tentang kondisi yang sebenarnya
setelah hasil diagnosa diketahui, hal itu didukung dengan nilai etika
keperawatan, yaitu :
w Mementingkan
orang lain (Altruisme)
Keluarga pasien mementingkan keadaan
pasien. Mereka berfikiran jika pasien diberitahu tentang kondisi kesehatannya
yang sesungguhnya, pasien tersebut akan frustasi, tidak mau menerima
kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat.
Dari
mempertimbangkan kedua alternatif pengambilan keputusan tersebut, keputusan
yang sebaiknya diambil adalah alternatif pertama. Yaitu perawat memberitahu
pasien tentang kondisi kesehatan yang sebenarnya. Dengan begitu pasien akan
merasa lebih dihargai.
Alternatif
rencana yang dipertimbangkan berdasarkan prinsip:
a. Autonomy / Otonomi
Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan pasien
dan keluarganya tapi ketika pasien menuntut haknya dan keluarganya tidak setuju
maka perawat harus mengutamakan hak Tn. A tersebut untuk mendapatkan informasi
tentang kondisinya.
b. Benefesience / Kemurahan Hati
Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan
yang baik dan tidak merugikan Tn. A. Sehingga perawat bisa memilih diantara 2
alternatif diatas mana yang paling baik dan tepat untuk Tn. A dan sangat tidak
merugikan Tn. A
c. Justice / Keadilan
Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil
berarti Tn. A mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga mendapatkan
hak tersebut yaitu memperoleh informasi tentang penyakitnya secara jelas sesuai
dengan konteksnya/kondisinya.
d. Nonmaleficience / Tidak merugikan
Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan kerugian
pada Tn. A baik secara fisik ataupun psikis yang kronis nantinya.
e. Veracity / Kejujuran
Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau membohongi Tn. A
tentang penyakitnya. Karena hal ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab
perawat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A secara benar dan jujur
sehingga Tn. A akan merasa dihargai dan dipenuhi haknya.
f. Fedelity / Menepati Janji
Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan Tn. A sebelum
dilakukan pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat bersdia akan
menginformasikan hasil pemeriksaan kepada Tn. A jika hasil pemeriksaannya sudah
selesai. Janji tersebut harus tetap dipenuhi walaupun hasilnya pemeriksaan
tidak seperti yang diharapkan karena ini mempengaruhi tingkat kepercayaan Tn. A
terhadap perawat tersebut nantinya.
g. Confidentiality / Kerahasiaan
Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu
menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dengan menjamin kerahasiaan segala
sesuatu yang telah dipercayakan pasien kepadanya kecuali seijin pasien.
Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral tersebut keputusan yang bisa
diambil dari dua alternatif diatas lebih mendukung untuk alternatif ke-2 yaitu
secara langsung memberikan informasi tentang kondisi pasien setelah hasil
pemeriksaan selesai dan didiskusikan dengan semua yang terlibat. Mengingat
alternatif ini akan membuat pasien lebih dihargai dan dipenuhi haknya sebagai
pasien walaupun kedua alternatif tersebut memiliki kelemahan masing-masing.
Hasil keputusan tersebut kemudian dilaksanakan sesuai rencana dengan
pendekatan-pendekatan dan caring serta komunikasi terapeutik.
5. Mengevaluasi Hasil
Alternatif yang dilaksanakan kemudian
dimonitoring dan dievaluasi sejauh mana Tn. A beradaptasi tentang informasi
yang sudah diberikan. Jika Tn. A masih denial maka pendekatan-pendekatan tetap
terus dilakukan dan support sistem tetap terus diberikan yang pada intinya
membuat pasien merasa ditemani, dihargai dan disayangi tanpa ada rasa
dikucilkan.
4.2
Menggunakan Teori-Teori Etik, Nilai dan Prinsip Etik
Penyelesaian masalah terkait dilema etik
bagi perawat yang
berkaitan dengan truth telling (Berkata Jujur) menggunakan teori-teori etik,
nilai dan prinsip etik merupakan bagian dari tahapan
penyelesaian masalah etik menurut Megan, tepatnya pada tahap ke-4 yaitu
melaksanakan rencana. Penyelesaian masalah ditinjau berdasarkan teori, nilai
dan prinsip etik.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan
klinis yang melibatkan interaksi antara klien dan perawat. Permasalahan bisa
menyangkut penentuan antara mempertahankan hidup dengan kebebasan dalam
menentukan kematian, upaya menjaga keselamatan klien yang bertentangan dengan
kebebasan menentukan nasibnya, dan penerapan terapi yang tidak ilmiah dalam
mengatasi permasalah klien.
Dalam membuat keputusan terhadap masalah etik Truth
Telling, perawat dituntut dapat mengambil keputusan yang menguntungkan pasien
dan diri perawat dan tidak bertentang dengan nilai-nilai yang diyakini klien.
Pengambilan keputusan yang tepat diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan
sehingga semua merasa nyaman dan mutu asuhan keperawatan dapat dipertahankan.
5.2
Saran
Pembelajaran
tentang etika dan moral dalam dunia profesi terutama bidang keperawatan harus
ditanamkan kepada mahasiswa sedini mungkin supaya nantinya mereka bisa lebih
memahami tentang etika keperawatan sehingga akan berbuat atau bertindak sesuai
kode etiknya (kode etik keperawatan).
Perawat harus berusaha meningkatkan kemampuan profesional
secara mandiri atau secara bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan
untuk menyelesaikan suatu masalah etik seperti Truth Telling (Berkata Jujur).
DAFTAR PUSTAKA
Dra.Hj.Mimin Emi Suhaemi, Mpd.
Etika Keperawatan. editor, Monica Ester. Jakarta: EGC: 2003
Beauchamp,
T. L., & Childress, J. F. (2001). Principles of Biomedical Ethics
(Fift., p. xi+454). New York: Oxford University Press.
Bertens,
K. (2011). Etika (11th ed., p. xiv+333). Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
De
Pentheny O’Kelly, C., Urch, C., & Brown, E. a. (2011). The impact of
culture and religion on truth telling at the end of life. Nephrology,
dialysis, transplantation : official publication of the European Dialysis and
Transplant Association – European Renal Association, 26(12), 3838–42. doi:10.1093/ndt/gfr630
Gallagher,
T. H., Bell, S. K., Smith, K. M., Mello, M. M., & McDonald, T. B. (2009).
Disclosing harmful medical errors to patients: tackling three tough cases. Chest.doi:10.1378/chest.09-0030
Jena, Y.
(2012). Etika Medis dan Pembentukan Dokter yang Berkeutamaan. Respons, 17(1),
93–129. Retrieved from https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=a&id=272128
Kaser, E.,
Shaw, J., Marven, M., Swinburne, L., & Boyle, F. (2010). Communication
about high-cost drugs in oncology–the patient view. Annals of oncology :
official journal of the European Society for Medical Oncology / ESMO, 21(9),
1910–1914. doi:10.1093/annonc/mdq068
Kling, S.
(2012). TRUTH TELLING IN CLINICAL PRACTICE: IS IT EVER OK TO LIE TO PATIENTS? Current
Allergy & Clinical Immunology, 25(1), 34–36. Retrieved from http://www.allergysa.org/journals/march2012/Ethics.pdf
Kuhse, H.,
& Singer, P. (2001). A Companion to Bioethics (First., p. xv+512).
Oxford: Black Well.
Shannon,
T. A. (1995). Pengantar Bioetika (First., p. 161). Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Sullivan,
R. J., Menapace, L. W., & White, R. M. (2001). Truth-telling and patient
diagnoses. Journal of medical ethics, 27(3), 192–197.
Norhaya . 2011. Macam-MACAM KEJUJURAN DAN MAKNA-MAKNANYA. (http://norhaya-jujur.blogspot.com/2011/08/c-macam-macam-kejujuran-dan-makna.html). Diakses pada 7 mei 2014.
Kristanto, C. (2012). Pentingnya
menanamkan nilai kejujuran pada anak. Diunduh dari http://nilaikejujurananakk.blogspot.com/2012/10/pentingnya-menanamkan-nilai-kejujuran.html
Sunaryo, K. (2012). Manfaat kejujuran.
Diunduh dari http://wartatnh.blogspot.com/2012/04/manfaat-kejujuran.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar