Sabtu, 02 Januari 2016

Truth Telling



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Jujur merupakan aset paling berharga yang saat ini begitu banyak dilupakan orang. Sampai-sampai kita sendiri pun terkadang tidak mampu untuk jujur terhadap diri sendiri. Berbagai masalah etis yang dihadapi perawat dalam praktik keperawatan telah menimbulkan konflik antara kebutuhan klien dengan harapan perawat dan falsafah keperawatan. Masalah etika keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika kesehatan, dalam kaitan ini dikenal istilah etika biomedis atau bioetis. Istilah bioetis mengandung arti ilmu yang mempelajari masalah yang timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan, terutama di bidang biologi dan kedokteran.
Untuk memecahkan berbagai masalah bioetis, telah dibentuk suatu organisasi internasional. Para ahli telah mengidentifikasi masalah bioetis yang dihadapi oleh para tenaga kesehatan, termasuk juga perawat. Masalah etis yang akan dibahas secara singkat di sini adalah berkata jujur (Truth Telling).

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Truth Telling?
2.      Apa macam-macam Truth Telling?
3.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Truth Telling?
4.      Apa saja model pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah etik Truth Telling?
5.      Bagaimana cara mnyelesaikan kasus yang berkaitan dengan Truth Telling?

1.3  Tujuan Pembahasan
1.3.1        Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang hal – hal apa saja yang perlu dipahami mengenai Truth Telling dan memberikan gambaran kasus dan konsep penyelesaian masalah yang berkaitan dengan Truth Telling khususnya dibidang keperawatan serta lain-lain yang bisa berdampak positif bagi penulis dan para pembaca yang utamanya ditujukan untuk para tenaga kesehatan. 

1.3.2        Tujuan Khusus
1.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi Truth Telling
2.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami macam-macam Truth Telling
3.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi Truth Telling
4.      mahasiswa mampu mengetahui dan memahami model pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah etik Truth Telling
5.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami contoh kasus Truth Telling dan penyelesainnya.

1.4  Manfaat Penulisan
1.      Dapat menambah wawasan pembaca mengenai hal-hal apa saja yang perlu dipahami mengenai Truth Telling
2.      Dapat menyelesaikan masalah yang muncul yang berkaitan dengan kasus Truth Telling













BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Truth Telling
Secara baku, arti jujur adalah mengakui, berkata jujur adalah berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran. Dalam prakteknya, secara hukum tingkat kujujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur. Di dalam jiwa seseorang yang jujur itu terdapat komponen nilai rohani yang memantulkan berbagai sikap yang berpihak kepada kebenaran dan sikap moral yang terpuji. Orang yang tidak jujur berarti menipu dirnya sendiri.
Dalam keadaan apa pun, kita harus selalu berpihak pada kejujuran. Mutiara akhlak yang disebut dengan kejujuran itu akan menempatkan kita dalam tingkat kemuliaan.
Salah satu permasalahan Etika Dalam Praktek Keperawatan yaitu Berkata jujur (truth telling) Konsep kejujuran (veracity) adalah prinsip etis yang mendasari berkata jujur. bersifat tidak mutlak, sehingga desepsi(bohong) suatu saat diperlukan.
Dalam  konteks berkata jujur (truth telling), ada suatu istilah yang disebut desepsi, berasal dari kata decieve yang berarti membuat orang percaya terhadap suatu hal yang tidak benar, meniru, atau membohongi. Desepsi meliputi berkata bohong, mengingkari, atau menolak, tidak memberikan informasi dan memberikan jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan atau tidak memberikan penjelasan sewaktu informasi dibutuhkan. Berkata bohong merupakan tindakan desepsi yang paling dramatis karena seseorang dituntut untuk membenarkan sesuatu yang di yakni salah.







Alasan berkata jujur :
a.       Hal penting dalam menciptakan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
b.      Hak pasien untuk mengetahui informasi
c.       Kewajiban moral
d.      Menghilangkan cemas dan penderitaan pasien
e.       Meningkatkan kerjasama pasien maupun keluarga
f.       Memenuhi kebutuhan perawat.

Alasan berkata bohong (desepsi) :
a.       Pasien tidak mungkin dapat menerima kenyataan.
b.      Pasien menghendaki untuk tidak diberitahu bila itu menyakitkan.
c.       Desepsi mungkin bermanfaat untuk meningkatkan kerjasama pasien.

2.2 Macam - Macam Truth Telling (Berkata Jujur):

1.      Jujur dalam berbicara
Jujur dalam perkataan adalah bentuk kemasyhuran. Setiap individu berkewajiban menjaga lisannya , yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata sindiran karena hal itu sepadan dengan kebohongan, kecuali jika sangat dibutuhkan dan demi kepentingan pada saat-saat tertentu
2.      Jujur dalam niat dan kehendak
Kejujuran  bergantung pada keikhlasan seseorang. Jika perbuatan atau tindakan yang dilakukan tidak didasari dengan niat tujuan yang tulus tetapi demi kepentingan individu atau diri sendiri, berarti dia tidak jujur dalam berniat, bahkan bisa dikatakan telah berbohong.
3.      Jujur dalam berkeinginan dan dalam meralisaikannya
Keinginan atau tekad yang dimaksudkan adalah seperti perkataan seseorang. Keinginan seperti ini ada kalanya benar-benar jujur dan kalanya pula masih diselimuti kebimbangan. Kejujuran dalam merialisasikan keinginan, seperti apabila seseorang ingin berkata jujur untuk memberikan informasi yang sebenarnya kepada pasien. Keinginan tersebut bisa terlaksana bisa juga tidak. Penyebab tidak terealisainya keinginan tersebut bisa saja karena tidak memungkinkan seseorang tersebut mengetahui informasi yang sebenarnya.

4.      Jujur dalam bertindak
Kejujuran dalam bertindak berarti tidak ada perbedaan antara niat dan perbuatan. Jujur dalam hal ini juga bisa berarti tidak berpura-pura tulus dalam bertindak sedangkan hatinya tidaklah demikian. Misalnya seorang perawat yang menjatuhkan jarum tetapi tidak diketahui oleh pasien, dalam hati perawat ingin mengganti jarum yang dijatuhkan dan perawat pun mengganti jarum tersebut tanpa ada rasa bimbang antara keinginan dan tindakan yang akan dilakukan.
5.      Jujur dalam hal keagamaan
Jujur dalam agama adalah derajat kejujuran tertinggi, seperti jujur dalam rasa takut kepada Allah SWT, mengharap ridha-Nya, rela dengan pemberi-Nya, cinta dan tawakal. Semua perkara tadi memiliki fondasi yang menjadi tolok ukur kejujuran seseorang dalam menyikapinya. kejujuran juga memiliki tujuan dan hakikat. Orang yang jujur adalah mereka yang mampu mencapai hakikat semua perkara tadi dan mampu mengalahkan keinginan nafsunya. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt. di dalam firman-Nya,
6.      Jujur dalam berjanji
Janji membuat diri kita selalu berharap. Janji yang benar membuat kita bahagia. Janji palsu membuat kita selalu was-was. Maka janganlah memperbanyak janji (namun tidak ditepati) karena Allah Swt. sangat membenci orang-orang yang selalu mengingkari janji sebagaimana dalam firman-Nya.
7.      Jujur dalam kenyataan
Orang yang jujur hidupnya selalu berada di atas kenyataan. Dia tidak akan menampilkan sesuatu yang bukan dirinya. Dia tidak pernah memaksa orang lain untuk masuk ke dalam jiwanya. Dengan kata lain, seorang yang jujur tidak hidup berada di bawah bayang-bayang orang lain. Artinya, kita khususnya sebagai seorang perawat harus hidup sesuai dengan keadaan diri kita sendiri.

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Truth Telling (Berkata Jujur)
Dalam mengembangkan perilaku truth telling (berkata jujur) ada beberapa faktor yang berpengaruh dan ikut berperan penting, diantaranya :
               1.            Faktor keluarga
Dalam keluarga, orangtua memegang peran penting untuk mendidik anak sehingga mereka mampu memiliki sikap jujur. Menurut Kelly, “Seluruh etika kejujuran dan integritas dimulai sejak dini”. Ketika orangtua berhasil mendidik anak untuk berkata dan bersikap jujur, maka sang anak akan membawa sifat tersebut hingga remaja bahkan dewasa. Memang tidak mudah untuk menumbuhkan sikap jujur, anggota keluarga harus menjadi panutan yang baik bagi anak.
               2.            Faktor lingkungan
Lingkungan yang buruk akan merusak kebiasaan yang baik. Oleh karena itu, memilih teman sepergaulan sangat penting, karena lingkungan memiliki pengaruh besar dalam membentuk kepribadian tiap individu. Seperti kejujuran, jika terbiasa bermain bersama dengan teman-teman yang membudayakan perkataan atau sikap tidak jujur, individu tersebut pun akan terbawa pergaulannya. Sadar atau tidak sadar kebiasaan buruk tersebut akhirnya dibawa terus hingga dewasa.
               3.            Faktor agama
Keyakinan kepada Tuhan dan iman yang kuat untuk melakukan segala perintah-Nya mampu membuat tiap individu terus bersikap baik.Seringkali individu dihadapkan pada suatu kondisi yang mendesak untuk berkata bohong atau berbuat curang, melakukan korupsi, dan menjadikan mereka berpikir tidak realistis. Namun, jika tiap individu memiliki iman dan keyakinan yang kuat maka tidak akan tergoda dengan hal-hal duniawi. Seseorang akan tetap berbuat dan berkata jujur dan menjadikan kejujuran itu karakter diri.
               4.            Motivasi
Motivasi diberikan oleh lingkungan sekitar untuk berbuat jujur.Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan tertentu yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individu.Motivasi dapat diterapkan dengan pemberian penghargaan.Misalnya, seorang anak yang bersikap jujur, diberikan pujian atau hadiah, sehingga adanya penguatan untuk melakukan tindakan jujur.

2.4  Keuntungan Memiliki Sifat Jujur
               1.            Hidup tenang
Jika kita selalu bersikap jujur individu akan memiliki kehidupan yang tenang. Karena tidak perlu memikirkan masalah yang akan muncul akibat dari kebohongan yang telah dilakukan.
               2.            Mendapatkan pekerjaan
Memiliki kejujuran dalam hidup membuat individu mudah memperoleh pekerjaan.Karena banyak perusahaan yang mencari orang-orang yang mampu bersikap jujur dalam bekerja.
               3.            Banyak teman.
Kejujuran membuat banyak orang suka dan mau berteman dengan individu tersebut.Hal ini karena sebagai orang yang jujur mereka bisa dipercaya.
               4.            Memiliki nama baik.
Dengan tidak pernah mendapatkan masalah yang memalukan seperti kebohongan atau tidak jujur maka nama baik individu akan terjaga. Tentu saja hal ini sangat membanggakan dan mendapatkan kepercayaan dari orang-orang sekitar.
               5.            Memperoleh kesuksesan.
Kejujuran adalah modal awal untuk mencapai kesuksesan. Orang yang jujur akan melakukan semua hal sebaik mungkin, dengan cara yang jujur dan bersih.

2.5  Model Pemecahan Masalah yang Dapat Digunakan untuk Menyelesaikan Masalah Etik Truth Telling
Kerangka pemecahan masalah etik banyak diutarakan oleh para ahli dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / Pemecahan masalah secara ilmiah, antara lain:
1.   Model Pemecahan masalah ( Megan, 1989 )
a.    Mengkaji situasi
b.    Mendiagnosa masalah etik moral
c.     Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d.     Melaksanakan rencana
e.    Mengevaluasi hasil

2.   Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 2004 )
a.    Mengembangkan data dasar.
Ø Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya
Ø Apa tindakan yang diusulkan
Ø Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
Ø Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang diusulkan.
a.       Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
b.      Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
c.       Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat
d.      Mengidentifikasi kewajiban perawat
e.        Membuat keputusan
3.   Model Murphy dan Murphy
a.  Mengidentifikasi masalah kesehatan
b.  Mengidentifikasi masalah etik
c.  Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d.  Mengidentifikasi peran perawat
e.  Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan
f.  Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif keputusan
g.  Memberi keputusan
h   Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai dengan falsafah umum untuk perawatan klien
i.  Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya.

4.   Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981)
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilema
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan



5.   Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981)
a.    Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.
b.    Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c.     Mengidentifikasi Issue etik
d.    Menentukan posisi moral pribadi dan professional
e.    Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.
f.     Mengidentifikasi konflik nilai yang ada


























BAB III
GAMBARAN KASUS

Kasus ini didapat dari sumber internet, berikut adalah kasus yang terjadi:
Suatu hari ada seorang bapak-bapak dibawa oleh keluarganya ke salah satu Rumah Sakit di kota Surakarta dengan gejala demam dan diare kurang lebih selama 6 hari. Selain itu bapak-bapak tersebut (Tn. A) menderita sariawan sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat badannya turun secara berangsur-angsur. Semula Tn. A badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini badannya kurus dan telah turun 10 Kg dari berat badan semula. Tn. A ini merupakan seorang sopir truk yang sering pergi keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-kadang 2 minggu sekali bahkan sebulan sekali.
Tn. A masuk UGD kemudian dari dokter untuk diopname di ruang penyakit dalam karena kondisi Tn. A yang sudah sangat lemas. Keesokan harinya dokter yang menangani Tn. A melakukan visit kepada Tn. A, dan memberikan advice kepada perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan mengambil sampel darahnya. Tn. A yang ingin tahu sekali tentang penyakitnya meminta perawat tersebut untuk segera memberi tahu penyakitnya setelah didapatkan hasil pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB hasil pemeriksaan telah diterima oleh perawat tersebut dan telah dibaca oleh dokternya. Hasilnya mengatakan bahwa Tn. A positif terjangkit penyakit HIV/AIDS. Kemudian perawat tersebut memanggil keluarga Tn. A untuk menghadap dokter yang menangani Tn. A. Bersama dokter dan seijin dokter tersebut, perawat menjelaskan tentang kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung. Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat untuk tidak memberitahukan penyakitnya ini kepada Tn. A. Keluarga takut Tn. A akan frustasi, tidak mau menerima kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat.
Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus memenuhi permintaan keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus memberitahukan kondisi yang dialami oleh Tn. A karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi.






BAB IV
PENYELESAIAN MASALAH

4.1 Menggunakan Tahapan Penyelesaian Masalah Etik
Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat yang berkaitan dengan Truth Telling (Berkata Jujur) dimana dilema etik itu didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih ) landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan kebingungan pada tim medis yang dalam konteks kasus ini khususnya pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Menurut Thompson & Thompson (1981) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang perawat harus bisa berpikir rasional dan bukan emosional.
Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang dibuat oleh pasien dan keluarga. Selain itu dia juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak pasien salah satunya adalah memberikan informasi yang dibutuhkan pasien atau informasi tentang kondisi dan penyakitnya. Hal ini sesuai dengan salah satu hak pasien dalam pelayanan kesehatan menurut American Hospital Assosiation dalam Bill of Rights. Memberikan informasi kepada pasien merupakan suatu bentuk interaksi antara pasien dan tenaga kesehatan. Sifat hubungan ini penting karena merupakan faktor utama dalam menentukan hasil pelayanan kesehatan. Keputusan keluarga pasien yang berlawanan dengan keinginan pasien tersebut maka perawat harus memikirkan alternatif-alternatif atau solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan berbagai konsekuensi dari masing-masing alternatif tindakan.
Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu memahami tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep kebutuhan dasar manusia dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. Etika perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam pandangan etika keperawatan, perawat memilki tanggung jawab (responsibility) terhadap tugas-tugasnya.
Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk mengatasinya karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan pendapat antar tim medis yang terlibat termasuk dengan pihak keluarga pasien. Jika perbedaan pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah komunikasi dan kerjasama antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas akan membawa dampak ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan. Berbagai model pendekatan bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah dilema etik ini antara lain model dari Megan, Kozier dan Erb, model Murphy dan Murphy, model Levine-ariff dan Gron, model Curtin, model Purtilo dan Cassel, dan model Thompson dan thompson.
Berdasarkan pendekatan model Megan, maka kasus dilema etik perawat yang merawat Tn. A ini dapat dibentuk kerangka penyelesaian sebagai berikut :
1.    Mengkaji situasi
               Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi masalah/situasi dan menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan permasalahan atau situasi sebagai berikut :
·         Tn. A menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui penyakit yang dideritanya sekarang sehingga Tn. A meminta perawat tersebut memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan kepadanya. 
·         Rasa kasih sayang keluarga Tn. A  terhadap Tn. A membuat keluarganya berniat menyembunyikan informasi tentang hasil pemeriksaan tersebut dan meminta perawat untuk tidak menginformasikannya kepada Tn. A dengan pertimbangan keluarga takut jika Tn. A akan frustasi tidak bisa menerima kondisinya sekarang
·         Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan dimana dia harus memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain dia juga harus memenuhi haknya pasien untuk memperoleh informasi tentang hasil pemeriksaan atau kondisinya.



2.    Mendiagnosa Masalah Etik Moral
Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan permasalahan etik moral yaitu Truth Telling jika perawat tersebut tidak memberikan informasi kepada Tn. A terkait dengan penyakitnya karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi tentang kondisi pasien termasuk penyakitnya.
3.    Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan
Alternatif-alternatif rencana harus dipikirkan dan direncanakan oleh perawat bersama tim medis yang lain dalam mengatasi permasalahan dilema etik yaitu permasalahan etik moral Truth Telling seperti ini. Adapun alternatif rencana yang bisa dilakukan antara lain :
a.  Perawat akan melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan informasi hasil pemeriksaan/penyakit Tn. A kepada Tn. A saat itu juga, tetapi memilih waktu yang tepat ketika kondisi pasien dan situasinya mendukung.
Hal ini bertujuan supaya Tn. A tidak panik yang berlebihan ketika mendapatkan informasi seperti itu karena sebelumnya telah dilakukan pendekatan-pendekatan oleh perawat. Selain itu untuk alternatif rencana ini diperlukan juga suatu bentuk motivasi/support sistem yang kuat dari keluarga. Keluarga harus tetap menemani Tn. A tanpa ada sedikitpun perilaku dari keluarga yang menunjukkan denial ataupun perilaku menghindar dari Tn. A. Dengan demikian diharapkan secara perlahan, Tn. A akan merasa nyaman dengan support yang ada sehingga perawat dan tim medis akan menginformasikan kondisi yang sebenarnya.
Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk memberitahu Tn. A tentang kondisinya dan ternyata Tn. A menanyakan kondisinya ulang, maka perawat tersebut bisa menjelaskan bahwa hasil pemeriksaannya masih dalam proses tim medis.
Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A dan tidak jujur saat itu walaupun pada akhirnya perawat tersebut akan menginformasikan yang sebenarnya jika situasinya sudah tepat. Ketidakjujuran merupakan suatu bentuk pelanggaran kode etik keperawatan.

b.  Perawat akan melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak pasien terutama hak Tn. A untuk mengetahui penyakitnya, sehingga ketika hasil pemeriksaan sudah ada dan sudah didiskusikan dengan tim medis maka perawat akan langsung menginformasikan kondisi Tn. A tersebut atas seijin dokter.
Alternatif ini bertujuan supaya Tn. A merasa dihargai dan dihormati haknya sebagai pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika keperawatan. Hal ini juga dapat berdampak pada psikologisnya dan proses penyembuhannya. Misalnya ketika Tn. A secara lambat laun mengetahui penyakitnya sendiri atau tahu dari anggota keluarga yang membocorkan informasi, maka Tn. A akan beranggapan bahwa tim medis terutama perawat dan keluarganya sendiri berbohong kepadanya. Dia bisa beranggapan merasa tidak dihargai lagi atau berpikiran bahwa perawat dan keluarganya merahasiakannya karena ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) merupakan “aib” yang dapat mempermalukan keluarga dan Rumah Sakit. Kondisi seperti inilah yang mengguncangkan psikis Tn. A nantinya yang akhirnya bisa memperburuk keadaan Tn. A. Sehingga pemberian informasi secara langsung dan jujur kepada Tn. A perlu dilakukan untuk menghindari hal tersebut.

Kendala-kendala yang mungkin timbul :
1.    Keluarga tetap tidak setuju untuk memberikan informasi tersebut kepada Tn. A
Sebenarnya maksud dari keluarga tersebut adalah benar karena tidak ingin Tn. A frustasi dengan kondisinya. Tetapi seperti yang diceritakan diatas bahwa ketika Tn. A tahu dengan sendirinya justru akan mengguncang psikisnya dengan anggapan-anggapan yang bersifat emosional dari Tn. A tersebut sehingga bisa memperburuk kondisinya. Perawat tersebut harus mendekati keluarga Tn. A dan menjelaskan tentang dampak-dampaknya jika tidak menginformasikan hal tersebut. Jika keluarga tersebut tetap tidak mengijinkan, maka perawat dan tim medis lain bisa menegaskan bahwa mereka tidak akan bertanggung jawab atas dampak yang terjadi nantinya. Selain itu sesuai dengan Kepmenkes 1239/2001 yang mengatakan bahwa perawat berhak menolak pihak lain yang memberikan permintaan yang bertentangan dengan kode etik dan profesi keperawatan.

2.    Keluarga telah mengijinkan tetapi Tn. A denial dengan informasi yang diberikan perawat.
Denial atau penolakan adalah sesuatu yang wajar ketika seseorang sedang mendapatkan permasalahan yang membuat dia tidak nyaman. Perawat harus tetap melakukan pendekatan-pendekatan secara psikis untuk memotivasi Tn. A. Perawat juga meminta keluarga untuk tetap memberikan support sistemnya dan tidak menunjukkan perilaku mengucilkan Tn. A tersebut. Hal ini perlu proses adaptasi sehingga lama kelamaan Tn. A diharapkan dapat menerima kondisinya dan mempunyai semangat untuk sembuh.
4.  Melaksanakan Rencana
Alternatif-alternatif rencana tersebut harus dipertimbangkan dan didiskusikan dengan tim medis yang terlibat supaya tidak melanggar kode etik keperawatan. Sehingga bisa diputuskan mana alternatif yang akan diambil. Dalam mengambil keputusan pada pasien dengan dilema etik harus berdasar pada teori, nilai dan prinsip-prinsip etik yang berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu (John Stone, 1989), yang meliputi :
            Alternatif rencana yang dipertimbangkan berdasarkan teori :
Teori Deontologi
Dalam kasus ini, penyelesaian masalah atas dasar teori deontologi, yaitu teori yang menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban sudah melakukan kebaikan. Teori ini tidak terpatok pada konsekuensi perbuatan dengan kata lain teori ini melaksanakan terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya. Sepeerti pada kasus di atas, perawat langsung memberikan informasi tentang kondisi pasien setelah hasil pemeriksaan selesai dan didiskusikan dengan semua yang terlibat. Dengan begitu pasien akan merasa dihargai.




Alternatif rencana yang dipertimbangkan berdasarkan nilai:
·         Alternatif pengambilan keputusan pertama :
Apabila keputusan yang diambil berdasarkan keinginan perawat, yaitu memberitahu pasien tentang kondisi yang sebenarnya langsung setelah hasil diagnosa diketahui, hal itu didukung dengan beberapa nilai etika keperawatan, diantaranya :
1.      Nilai Harkat Martabat Manusia (Human Dignity)
Setiap orang memiliki harkat dan  martabat yang ingin dihargai oleh orang lain, termasuk seorang pasien. Dan sebagai seorang perawat hendaknya berusaha menghargai harkat dan martabat manusia tersebut. Salah satunya dengan memberitahu kondisi pasien yang sesungguhnya.
2.      Nilai Kejujuran (Truth)
Seorang perawat harus selalu berkata jujur. Berkata jujur merupakan hal yang penting dalam hubungan saling percaya perawat-klien. Klien mempunyai hak untuk mengetahui, berkata jujur merupakan kewajiban moral, menghilangkan cemas dan penderitaan, meningkatkan kerja sama klien maupun keluarga, dan memenuhi kebutuhan perawat.
3.      Nilai Kebebasan (Freedom)
Pasien memiliki kebebasan untuk mengetahui kondisi kesehatannya. Baik ataupun buruk kondisinya seorang pasien berhak mengetahuinya untuk dapat membuat keputusan tentang dirinya.

·         Alternatif pengambilan keputusan kadua :
Apabila keputusan yang diambil berdasarkan keinginan keluarga pasien, yaitu tidak memberitahu secara langsung kepada pasien tentang kondisi yang sebenarnya setelah hasil diagnosa diketahui, hal itu didukung dengan nilai etika keperawatan, yaitu :
w  Mementingkan orang lain (Altruisme)
Keluarga pasien mementingkan keadaan pasien. Mereka berfikiran jika pasien diberitahu tentang kondisi kesehatannya yang sesungguhnya, pasien tersebut akan frustasi, tidak mau menerima kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat.

Dari mempertimbangkan kedua alternatif pengambilan keputusan tersebut, keputusan yang sebaiknya diambil adalah alternatif pertama. Yaitu perawat memberitahu pasien tentang kondisi kesehatan yang sebenarnya. Dengan begitu pasien akan merasa lebih dihargai.

Alternatif rencana yang dipertimbangkan berdasarkan prinsip:
a.    Autonomy / Otonomi
Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dan keluarganya tapi ketika pasien menuntut haknya dan keluarganya tidak setuju maka perawat harus mengutamakan hak Tn. A tersebut untuk mendapatkan informasi tentang kondisinya.
b.    Benefesience / Kemurahan Hati
Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan yang baik dan tidak merugikan Tn. A. Sehingga perawat bisa memilih diantara 2 alternatif diatas mana yang paling baik dan tepat untuk Tn. A dan sangat tidak merugikan Tn. A
c.      Justice / Keadilan
Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil berarti Tn. A mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga mendapatkan hak tersebut yaitu memperoleh informasi tentang penyakitnya secara jelas sesuai dengan konteksnya/kondisinya.
d.    Nonmaleficience / Tidak merugikan
Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan kerugian pada Tn. A baik secara fisik ataupun psikis yang kronis nantinya.
e.    Veracity / Kejujuran
Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau membohongi Tn. A tentang penyakitnya. Karena hal ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab perawat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A secara benar dan jujur sehingga Tn. A akan merasa dihargai dan dipenuhi haknya.
f.     Fedelity / Menepati Janji
Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan Tn. A sebelum dilakukan pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat bersdia akan menginformasikan hasil pemeriksaan kepada Tn. A jika hasil pemeriksaannya sudah selesai. Janji tersebut harus tetap dipenuhi walaupun hasilnya pemeriksaan tidak seperti yang diharapkan karena ini mempengaruhi tingkat kepercayaan Tn. A terhadap perawat tersebut nantinya.
g.    Confidentiality / Kerahasiaan
Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dengan menjamin kerahasiaan segala sesuatu yang telah dipercayakan pasien kepadanya kecuali seijin pasien.

Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral tersebut keputusan yang bisa diambil dari dua alternatif diatas lebih mendukung untuk alternatif ke-2 yaitu secara langsung memberikan informasi tentang kondisi pasien setelah hasil pemeriksaan selesai dan didiskusikan dengan semua yang terlibat. Mengingat alternatif ini akan membuat pasien lebih dihargai dan dipenuhi haknya sebagai pasien walaupun kedua alternatif tersebut memiliki kelemahan masing-masing. Hasil keputusan tersebut kemudian dilaksanakan sesuai rencana dengan pendekatan-pendekatan dan caring serta komunikasi terapeutik.

5.    Mengevaluasi Hasil
Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi sejauh mana Tn. A beradaptasi tentang informasi yang sudah diberikan. Jika Tn. A masih denial maka pendekatan-pendekatan tetap terus dilakukan dan support sistem tetap terus diberikan yang pada intinya membuat pasien merasa ditemani, dihargai dan disayangi tanpa ada rasa dikucilkan.

4.2 Menggunakan Teori-Teori Etik, Nilai dan Prinsip Etik
Penyelesaian masalah terkait dilema etik bagi perawat yang berkaitan dengan truth telling (Berkata Jujur) menggunakan teori-teori etik, nilai dan prinsip etik merupakan bagian dari tahapan penyelesaian masalah etik menurut Megan, tepatnya pada tahap ke-4 yaitu melaksanakan rencana. Penyelesaian masalah ditinjau berdasarkan teori, nilai dan prinsip etik.



BAB V
PENUTUP
5.1  Kesimpulan
Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang melibatkan interaksi antara klien dan perawat. Permasalahan bisa menyangkut penentuan antara mempertahankan hidup dengan kebebasan dalam menentukan kematian, upaya menjaga keselamatan klien yang bertentangan dengan kebebasan menentukan nasibnya, dan penerapan terapi yang tidak ilmiah dalam mengatasi permasalah klien.
Dalam membuat keputusan terhadap masalah etik Truth Telling, perawat dituntut dapat mengambil keputusan yang menguntungkan pasien dan diri perawat dan tidak bertentang dengan nilai-nilai yang diyakini klien. Pengambilan keputusan yang tepat diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan sehingga semua merasa nyaman dan mutu asuhan keperawatan dapat dipertahankan.

5.2  Saran
Pembelajaran tentang etika dan moral dalam dunia profesi terutama bidang keperawatan harus ditanamkan kepada mahasiswa sedini mungkin supaya nantinya mereka bisa lebih memahami tentang etika keperawatan sehingga akan berbuat atau bertindak sesuai kode etiknya (kode etik keperawatan).
Perawat harus berusaha meningkatkan kemampuan profesional secara mandiri atau secara bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan untuk menyelesaikan suatu masalah etik seperti Truth Telling (Berkata Jujur).











DAFTAR PUSTAKA
Dra.Hj.Mimin Emi Suhaemi, Mpd. Etika Keperawatan. editor, Monica Ester. Jakarta: EGC: 2003
Beauchamp, T. L., & Childress, J. F. (2001). Principles of Biomedical Ethics (Fift., p. xi+454). New York: Oxford University Press.
Bertens, K. (2011). Etika (11th ed., p. xiv+333). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
De Pentheny O’Kelly, C., Urch, C., & Brown, E. a. (2011). The impact of culture and religion on truth telling at the end of life. Nephrology, dialysis, transplantation : official publication           of the European Dialysis and Transplant Association – European Renal Association, 26(12), 3838–42. doi:10.1093/ndt/gfr630
Gallagher, T. H., Bell, S. K., Smith, K. M., Mello, M. M., & McDonald, T. B. (2009). Disclosing harmful medical errors to patients: tackling three tough cases. Chest.doi:10.1378/chest.09-0030
Jena, Y. (2012). Etika Medis dan Pembentukan Dokter yang Berkeutamaan. Respons, 17(1), 93–129. Retrieved from https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=a&id=272128
Kaser, E., Shaw, J., Marven, M., Swinburne, L., & Boyle, F. (2010). Communication about high-cost drugs in oncology–the patient view. Annals of oncology : official journal of the European Society for Medical Oncology / ESMO, 21(9), 1910–1914. doi:10.1093/annonc/mdq068
Kling, S. (2012). TRUTH TELLING IN CLINICAL PRACTICE: IS IT EVER OK TO LIE TO PATIENTS? Current Allergy & Clinical Immunology, 25(1), 34–36. Retrieved from http://www.allergysa.org/journals/march2012/Ethics.pdf
Kuhse, H., & Singer, P. (2001). A Companion to Bioethics (First., p. xv+512). Oxford: Black Well.
Shannon, T. A. (1995). Pengantar Bioetika (First., p. 161). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sullivan, R. J., Menapace, L. W., & White, R. M. (2001). Truth-telling and patient diagnoses. Journal of medical ethics, 27(3), 192–197.

Norhaya . 2011. Macam-MACAM KEJUJURAN DAN MAKNA-MAKNANYA. (http://norhaya-jujur.blogspot.com/2011/08/c-macam-macam-kejujuran-dan-makna.html). Diakses pada 7 mei 2014.

Kristanto, C. (2012). Pentingnya menanamkan nilai kejujuran pada anak. Diunduh dari http://nilaikejujurananakk.blogspot.com/2012/10/pentingnya-menanamkan-nilai-kejujuran.html
Sunaryo, K. (2012). Manfaat kejujuran. Diunduh dari http://wartatnh.blogspot.com/2012/04/manfaat-kejujuran.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar