Sabtu, 02 Januari 2016

Komunikasi Keperawatan pada Anak



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.
Tidaklah mudah untuk melakukan komunikasi secara efektif. Bahkan beberapa ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkinlah seseorang melakukan komunikasi yang sebenar-benarnya efektif. Ada banyak hambatan yang bisa menyebabkan komunikasi mengalami kegagalan (Effendy, 2003: 45).
Pola-pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang berlainan pada hubungan interpersonal. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Yang menjadi soal adalah bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan. Tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Kita akan melihat bahwa dalam sebuah keluarga komunikasi itu sangat dibutuhkan, kurangnya berkomunikasi dengan anggota keluarga (orang tua dengan anak) dan bagaimana kita akan berkomunikasi dengan anggota keluarga kita, semua itu akan menentukan suatu keharmonisan hubungan antara anggota keluarga yang satu dengan anggota keluarga yang lain.
Dalam berkomunikasi, tidak lepas dari berbagai hambatan, hal ini disebabkan antara lain adanya gangguan baik yang berasal dari luar maupun dari diri orang yang sedang berkomunikasi. Gangguan yang berasal dari luar antara lain suara orang bertengkar, suara mobil yang keras, pandangan seseorang yang mencurigakan dan sebagainya. Sedangkan gangguan yang berasal dari orang yang sedang berkomunikasi itu antara lain: kemarahan, kesedihan dan sebagainya yang menyebabkan konsentrasi dalam berkomunikasi terganggu
( bkkbn, Mei 2007).
Dalam Effendy (2003: 45-49), hambatan komunikasi yang harus menjadi perhatian bagi komunikator kalau ingin komunikasinya sukses dalam artian disini adalah orang tua dengan anak adalah 1) gangguan: mekanik yaitu gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik, semantik yaitu bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak yaitu melalui penggunaan bahasa; 2) Kepentingan yaitu seseorang akan selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan; 3) Motivasi Terpendam akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya; 4) Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi.
Semua anak adalah anak yang berbakat, mereka mempunyai potensi yang unik bila dibina dan dikembangkan dengan benar dapat turut memberikan sumbangsih ke dunia ini. Tantangan besar bagi para orangtua dan pendidik adalah menyingkirkan hambatan yang menghalangi jalan mereka dalam menggapai impian yang mereka miliki dan meningkatkan potensi mereka. Sebuah ungkapan yang sangat menggugah kita, dimana anak merupakan tanggungjawab kita bersama selaku orangtua, lingkungan masyarakat, sekolah, serta dalam lingkup yang lebih luas yaitu negara. kebersamaan dalam mencapai satu tujuan sangatlah diperlukan dalam pembangunan anak bangsa. Mengingat anak merupakan aset negara yang nantinya ditangan merekalah nasib dari perjalanan sejarah suatu negara dipertaruhkan.
Oleh karena itu, perlu dirumuskan suatu bentuk pendidikan yang mampu menanamkan kecakapan hidup yang meliputi kecakapan berpikir, kecakapan bertindak, kecakapan belajar, kecakapan untuk hidup,kecakapan untuk berkomunikasi didalam masyarakat dengan bertahap.
Maka dari itu, dengan latar belakang yang demikian akan merugikan anak jika tidak dididik dan dibina sejak kecil. Maka penulis berkeinginan untuk menuliskan makalah ini, disamping itu juga tentunya dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Dalam Keperawatan.

1.2  Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik  anak usia sekolah dasar masa kelas-kelas rendah?
2. Bagaimana karakteristik anak usia sekolah dasar masa kelas-kelas tinggi?
3. Bagaimana rtumbuhan fisik / jasmani anak usia sekolah dasar?
4. Bagaimana perkembangan intelektual (IQ) dan Emosional (EQ)?
5. Bagaimana cara berkomunikasi pada anak hiperaktif?
6. Bagaimana cara berkomunikasi pada anak hipoaktif?
7.  Apa definisi dari hiperaktif?
8.  Apa saja faktor penyebab hiperaktif?
9.  Apakah ciri-ciri anak hiperaktif?
10. Bagaimana cara mengatasi anak hiperaktif?
11. Apa definisi dari Komunikasi?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui karakteristik anak usia sekolah dasar masa kelas-kelas rendah
2. Mengetahui karakteristik anak usia sekolah dasar masa kelas-kelas tinggi
3. Mengetahui pertumbuhan fisik / jasmani anak usia sekolah dasar
4. Mengetahui perkembangan intelektual (IQ) dan Emosional (EQ)
5. Mengetahui definisi dari hiperaktif
6. Mengetahui apa saja faktor penyebab hiperaktif
7. Mengetahui ciri-ciri anak hiperaktif
8. Mengetahui cara mengatasi anak hiperaktif
9. Mengetahui definisi dari komunikasi
























BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah sebuah proses dimana pesan disampaikan oleh sumber pada penerimanya bisa berupa lambang-lambang (simbol). Pada umumnya orang berkomunikasi mempunyai tujuan antara lain: untuk memberikan informasi yang dimiliki dengan orang lain, untuk membujuk atau mempengaruhi orang (lawan komunikasi), untuk saling mengerti satu sama lain, untuk menyampaikan sesuatu yang dirasakan, dan untuk mendapatkan informasi tentang keadaan diri sendiri. Lebih spesifik dalam bahasan ini berhubungan dengan komunikasi antarpribadi yang didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “ The Interpersonal Communication Book” (Devito, 1989:4) sebagai “proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”. (the process of sending and receiving messages between two person, or among a small group of persons, with ome effect and some immediate feedback).
Dalam Shochib (2000: 17) pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri (Soelaeman, 1994: 5-10). Sedangkan pengertian pedagogis, keluarga adalah “satu” persekutuhan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yag dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri itu terkandung perealisasian peran dan fungsi sebagai orang tua (Soelaeman, 1994:12).
Komunikasi yang sehat akan terlaksana dengan sendirinya apabila antara orang tua dan anak ada kedekatan emosi atau kehangatan hubungan. Anak-anak dengan sendirinya akan menjadi pribadi yang dengan senang hati bercerita dan menumpahkan perasaan sedih dan bahagia. Orang tua yang pemurung akan membentuk anaknya menjadi pemurung. Orang tua yang pemarah akan menghasilkan anak-anak yang pemarah. Anak-anak yang sehat (akhlaq/jiwanya) dan bahagia hanya lahir dari orang tua yang sehat dan bahagia.
Untuk membina anak-anak menjadi pribadi yang sehat, bahagia tidak menuntut banyak persyaratan seperti berpendidikan tinggi dan berharta banyak, akan tetapi lebih bertolak pada kepribadian daripada orang tua. Sejarah membuktikan betapa banyak orang-oarang yang baik dan hebat berasal dari keluarga yang sederhana. Wajah orang tua yang bercahaya dan dihiasi seyuman ikhlas yang diberikan kepada anak-anaknya setiap akan berangkat sekolah dan setiap akan tidur jauh lebih berharga dibanding timpalan materi yang diberikan kepada mereka.
Cara mendengarkan yang baik memang tidak ada orang tua sempurna, karena setiap orang tua memiliki masalahnya masing-masing hingga seringkali memblokir hubungan positif yang seharusnya terjalin antara mereka dengan anak-anak.
1. Fokuskan perhatian pada anak.
2. Re-statement, mengulangi cerita anak untuk menyamakan pengertian.
3. Menggali perasaan dan pendapat anak akan masalah yang sedang dihadapi.
4. Bantu anak mendefinisikan perasaan.
5. Bertanya, membimbing mereka dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat mereka semakin memahami kejadian yang dialami, teman yang diahadapi, perasaan yang mereka rasakan serta sikap-tindakan yang harus mereka lakukan sebagai pemecahannya.
6. Mendorong semangat anak untuk bercerita.
7. Mendorong anak mengambil keputusan tepat.
8. Menunggu redanya emosi anak dan mengajak berfikir positif.

2.2 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar
Masa usia sekolah adalah babak terakhir bagi periode perkembangan dimana manusia masih digolongkan sebagai anak masa usia sekolah dikenal juga sebagai masa tengah dan akhir dari masa kanak-kanak, pada masa inilah anak paling siap untuk belajar. Mereka ingin menciptakan sesuatu, bahkan berusaha untuk dapat membuat sesuatu sebaik-baiknya, ingin sempurna dalam segala hal.
Pada masa ini anak menjalani sebagian besar dari kehidupannya di sekolah yaitu di Sekolah Dasar. pada masa ini dikatakan pula sebagai masa konsolidasi. Masa usia sekolah dasar sering pula disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian sekolah. Pada masa keserasian sekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik dari pada sebelumnya dan sesudahnya.
Masa ini dapat dirinci lagi menjadi 2 fase:
1.      Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar kira-kira umur 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun
2.      Masa kela-kelas tinggi sekolah dasar kira-kira umur 9 tahun 10 tahun sampai kira-kira umur 12 atau 13 tahun 

2.2.1 Karakteristik Anak pada Masa Kelas-Kelas Rendah Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak pada masa ini antara lain adalah:
1.      Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah
2.      Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional
3.      Ada kecenderungan menuju diri sendiri
4.      Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain ada kecenderungan meremehkan anak lain.
5.      kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu hal, maka soal itu dianggapnya tidak penting.
6.      Pada masa ini anak menghendaki nilai raport yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai atau tidak.

2.2.2  Karakteristik Anak pada Masa Kelas-Kelas Tinggi SD
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah:
1.    Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret
2.    Amat realistis, ingin tahu, ingin belajar
3.    Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus
4.    Sampai kira-kira umur II tahun anak dapat membutuhkan seorang guru / orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya. Setelah kira-kira umur II tahun pada umumnya anak menghadapi tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri
5.    Pada masa ini anak memandang (nilai raport) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah
6.    Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama
7.    Mengembangkan kata hati, moralitas suatu skala nilai-nilai



2.3 Perkembangan Fisik / Jasmani
2.3.1 Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik mencakup aspek-aspek anatomis dan fisiologis
1.      Perkembangan Anatomis
Perkembangan anatomis ditujukan dengan adanya kuantitatif pada struktur tulang-berulang. Indeks tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan secara keseluruhan.
a)      tulang-berulang pada masa bayi berjumlah 27 yang masih rentur, berpori dan persambungannya longgal
b)      berat badan tinggi badan pada waktu lahir umumnya sekitar 3-4 kg dan 0-60 cm, masa kanak-kanak sekitar 12-15 kg dan 90-120 cm
c)      Proporsi tinggi kepala dan badan pada masa bayi dan kanak-kanak sekitar 1:4.
2.      Perkembangan Fisiologi
Perkembangan fisiologi ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan pernafasan, persyarafan, sekresi kelenjar dan pencernaan.
a)        otot sebagai pengontrol motorik, proporsi bobotnya 1-5 pada masa bayi dan kanak-kanak;
b)        frekuensi denyut jantung pada masa bayi sekitar 140 permenit dengan meningkatkan usia dapat berkurang sampai 62-63 meskipun normalnya pada orang dewasa sekitar 72;
c)        persentase tingkat kesempurnaan perkembangan secara fungsional
d)       keaktifan dan tingkat kematangannya sekresi tubuh

2.3.2   Perkembangan Prilaku Psikomotorik
Prilaku psikomotorik memerlukan adanya koordinasi fungsional antara neuronmuscular system (persyarafan dan otot) dan fungsi psikis (kognitif, afektif, konatif).
Loree (1970:75) menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus dikuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang benda (prehensian).
Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan sebutan bermain (playing) dan bekeja (working)

2.3.3 Pertumbuhan Selama Pertengahan Masa  Kanak-Kanak
1. Tingkat Pertumbuhan
Tingkat pertumbuhan anak sangat berbeda antara ras, bangsa dan tingkat sosial ekonominya. Pertumbuhan juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan mereka.
Anak-anak yang tumbuh paling tinggi biasanya dalam hidupnya tidak mengalami kekurangan gizi atau infeksi penyakit yang merupakan masalah utama dalam kehidupan.
2. Nutrisi dan Pertumbuhan
Kekurangan nutrisi dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lamban, karena nutrisi tersebut hanya untuk mempertahankan hidup dan energi, sedangkan protein lebih untuk meningkatkan pertumbuhan. Apabila makanan tidak dapat mendukung kedua proses tersebut sepenuhnya maka pertumbuhannya menjadi tidak optimal.
3. Kesehatan dan Kebugaran Anak
Pemberian vaksinasi sangat baik bagi anak-anak usia pertengahan dari pada yang rendah usianya. Terbukti dengan adanya imunisasi di sekolah.

2.3.4 Beberapa Aspek Kesehatan dan Kebugaran Masa Kanak-kanak
1.    Obesity
Penyebab obesity yaitu karena banyak makan dan kurang berolahraga
2.    Kondisi Medis pada Masa Kanak-kanak
Pada umumnya anak-anak mendapat sakit akut dalam waktu singkat dengan berbagai usia medis, biasanya terkena virus (flu), selain itu ada juga sakit ternggorokan, radang tenggorokan, infeksi telinga dan gangguan emosional
3.    Penglihatan
Pada anak usia sekolah, penglihatannya lebih tajam dari pada waktu sebelumnya. Mereka cenderung lebih matang dan dapat memfokuskan penglihatan lebih baik.

4.    Kesehatan Gigi
Anak usia 6 tahun mengalami tanggal giginya yang pertama kali, selanjutnya diganti dengan gigi yang tetap setiap tahun sebanyak empat gigi untuk tahun kelima berikutnya gangguan pada gigi yang biasanya dialami anak usia ini yaitu kerusakan gigi dan juga gigi  tanggal      
5.    Kebugaran Anak
Memelihara kebugaran anak sangat penting hal ini bisa dilakukan dengan cara berenang, senam, lari, berjalan kaki, bersepeda. Hal ini untuk menjaga kesehatan  jantung dan paru-paru.  
 
2.4 Perkembangan Intelektual (IQ) dan Emosional (EQ)
2.4.1 Perkembangan Intelektual (IQ)
a.    Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget anak usia antara 5-7 tahun memasuki tahap operasi konkret (concrete operations) yaitu pada waktu anak dapat berikir secara logik mengenai segala sesuatu. Pada umumnya mereka pada tahap ini sampai kira-kira II tahun.
b.    Berpikir Operasional
Melakukan berbagai bentuk operasional yaitu kemampuan aktivitas mental sebagai kebalikan dari aktivitas jasmani. Pada tahap operasionak konkret anak-anak sudah mulai bekerja denga angka-angka, mengetahui konsep-konsep waktu dan ruang dan dapat membedakan kenyataan dengan hal-hal yang bersifat fantasi.
Anak-anak usia sekolah lebih dapat berpikir secara logik dari pada waktu mereka masih muda. Menurut Piaget seorang anak pada periode perkembangan initelah mampu menggunakan simbol” untuk melakukan sesuatu.
Pada periode berpikir ini pula anak-anak mulai mampu melakukan “Perpisahan mereka memperhitungkan berbagai aspek yang ada sebelum mengambil suatu kesimpulan dan tidak lagi hanya terpukau kepada satu aspek saja seperti pada pemikiran praoperasional. Mereka meningkatkan pengertian bahwa adanya sudut pandangan orang lain memungkinkan mereka untuk berkomunikasi secara efektif dan memungkinkan mereka untuk bersikap  lebih luwes  dalam sikap moral mereka.
c.    Konservasi
Konservasi adalah salah satu kemampuan yang penting yang dapat mengembangkan berbagai opemasi pada tahap konkret. Dengan kata lain konservasi adalah kemampuan untuk mengenal atau mengetahui bahwa dua bilangan yang sama akan tetap sama dalam substansi berat atau volume selama tidak ditambah atau dikurangi.
Anak pada usia sekolah dasar sudah mampu melakukan konservasi karena sudah memahami konsep bolak-balik (reversibility) konsep bahwa ia dapat mengembalikan benda kebentuknya yang semula tanpa (ditambah atau dikurangi).
Menurut Piaget, kemampuan konservasi di mungkinkan untuk berkembang jika sistem syaraf sudah cukup matang dan mendukung kemampuan.
Selain itu anak dapat melakukan konservasi adalah anak yang nilai rapornya lebih tinggi, IQ nya tinggi kemampuan verbalnya baik, dan ibu yang aktif jadi, disini tampaklah suatu peningkatan kualitatif cara berpikir anak. 
d.    Seriasi (Runtunan)
Seriasi juga adalah satu ciri perkembangan kognitif anak usia sekolah, yaitu memahami suatu seri posisi, seriasi ini juga berlaku untuk berbagai dimensi, yaitu dimensi tinggi, panjang atau ukuran, Artinya anak usia SD mampu menyusun benda mulai dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah.      
e.    Klasifikasi dari Obyek-obyek
Yaitu kemampuan untuk memilih sub kelompok.
f.     Konsep Angka

2.4.2 Perkembangan Emosional (EQ)
Pada masa anak sekolah dasar (school age), pada masa ini ia pada umumnya  mulai dituntut untuk dapat mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu dengan baik bahkan sempurna.
Kemampuan melakukan hal-hal tersebut menumbuhkan kepercayaan atas kecakapannya menyelesaikan sesuatu tugas. Kalau tidak pada akan tumbuh / menimbulkan perasaan rendah diri (inferiority) yang akan dibawanya pada taraf perkembangan selanjutnya.
Pada masa ini anak usia SD mulai mengalami ketidak senangan berdiferensiasi di dalam rasa malu cemas dan kecewa sedangkan kesenangan, berdiferensiasi ke dalam harapan dan kasih orang. Oleh karena itu, tidak heran kalau terdapat siswa-siswi yang membenci atau menyenangi guru atau bidang studi tertentu, bergantung pada kemampuan guru untuk menyelenggarakan conditioning reinforcement aspek-aspek emosional tersebut.
Gejala “seperti takut, cemas, marah, sedih, iri cemburu, senang, kasih sayang, simpati merupakan beberapa proses manifestasi dari keadaan emosional pada diri seseorang.
Aspek emosional dari suatu perilaku melibatkan 3 variable yaitu:    
1.    Rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable)
2.    Perubahan-perubahan fisiologis variable yang terjadi bila mengalami emosi (the organismic variable)
3.    Pola sambutan ekspresi atas terjadinya pengalaman emosional itu. (the respons variable)
a. Gangguan emosional pada Kanak-Kanak
Ada beberapa gangguan emosional pada masa kanak-kanak sehingga terkesan dan sebagai penyebab ketakutan kanak-kanak untuk melakukan suatu kegiatan. Salah satu contohnya yaitu pada suasana yang gelap sehingga membuat anak merasa takut melakukan sesuatu pada malam hari diluar rumah. Dan biasanya untuk menanggulangi masalah ini ditanggulangi oleh psikiater.
b. Beberapa tipe masalah emosional
Kebrutalan atau kebingungan anak akan nampak pada perilakunya, misalnya: berkelahi, berbohong, mencuri dan merusak aturan yang berlaku. Bentuk-bentuk tindakan tersebut merupakan ekspresi yang keluar dari emosional yang terganggu
c. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan yang dialami anak-anak dapat berupa gangguan keinginan terpisah dan ketakutan (phobia) sekolah, Gangguan keinginan terpisah dari orang terdekat berakibat anak mengalami sakit kepala, sakit perut, dsb. 
d.  Takut Sekolah
Ketakutan terhadap guru yang keras (galak) atau mendapat tugas yang berat di sekolah merupakan salah satu ketakutan pada anak, ketakutan anak tersebut adalah wajar. Hal ini disebabkan karena lingkungan yang tidak kondusif.
e.  Kematangan Sekolah
Kematangan Sekolah ini ditandai apabila anak telah mencapai perkembangan fisik sebagai dasar yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan segala sesuatu disekolah, perkembangan kognitif yang memadai juga sangat dibutuhkan selain itu anak juga telah mampu mengembangkan hubungan emosional yang sehat dengan orang lain.
f.   Depresi pada masa kanak-kanak
Gejala-gejala depresi antara lain gangguan konsentrasi, tidur kurang, selera makan kurang, mulai berbuat kejelekan disekolah, tidak merasa bahagia, selalu mengeluh karena penyakit jasmani yang dideritanya, selalu merasa bersalah.
g.  Perawatan Problema Emosional
Pilihan untuk perawatan secara khusus untuk gangguan tertentu tergantung pada beberapa faktor, misalnya problema yang bersifat alamiah, kpribadian anak, kesediaan orang tua untuk berpartisipasi, sosial ekonomi orang tua, dll. 
Beberapa jenis terapi untuk mengatasi gangguan emosional
Perawatan psikologis dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
a)      Terapi seca individual. Yaitu dengan melihat anak satu persatu membantu agar anak dapat mengenal dirinya atau kepribadiannya dan hubungannya dengan orang lain dan menginterpretasikan penasaran dan perilaku anak.
b)      Terapi jangka pendek dan jangka panjang
Terapi jangka pendek dilakukan dengan waktu yang pendek biasanya berkaitan dengan masalah ringan. Terapi jangka panjang dilakukan dengan waktu yang panjang, yang berkaitan dengan masalah yang memerlukan keteraturan, kontinuitas, demi terciptanya perubahan perilaku anak misalnya dengan terapi bermain dan terapi keluarga



c)      Terapi perilaku atau modifikasi perilaku
Metode ini diterapkan dengan menggunakan teori belajar untuk mengubah perilaku anak. Yaitu dengan menghilangkan perilaku anak yang tidak disenangi.
d)     Efektifitas perilaku
Pada umumnya terapi sangat bermanfaat dan membantu anak-anak yang memperoleh terapi lebih baik daripada anak-anak yang tidak memperoleh terapi.
Terapi juga dapat dilakukan pada anak yang mengalami gangguan salah satunya gangguan emosional pada anak yaitu stress. Stress adalah perasaan tertekan disertai dengan meningkatnya emosi yang tidak menyenangkan, seperti cemas, gelisah, takut, sedih, marah, yang relatif berlangsung lama.
Stress dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu:
1. Suasana dalam keluarga yang seringkali diwarnai oleh adanya konflik orang tua
2.  Sikap orang tua yang selalu menuntut pada anak untuk berprestasi dan berbuat yang baik-baik
3.  Penyakit
4.  Frustasi
5.  Ketidak hadiran orang tua dirumah
6.  Perceraian
7.  Kemiskinan
8.  Ditinggal mati orang tua
9.  Keamanan yang terganggu misal tawuran, perang.

2.5 Definisi Hiperaktivitas  
Kata “hiperaktivitas” (hiperaktivity) digunakan untuk menyatakan suatu pola prilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan implusif (semau gue). Anak-anak yang yang hiperaktif selalu bergerak. Mereka tidak mau diam bahkan dalam situasi-situasi, misalnya ketika sedang mengikuti pelajaran di kelas yang menuntut agar mereka bersikap tenang. Mereka tidak pernah merasakan asyiknya permaianan atau mainan yang umumnya disukai anak-anak lain seusia mereka, sebentar-sebentar mereka bergerak untuk beralih dari permainan atau mainan satu ke yang lain.
Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome. Gangguan hiperkinetik adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif dan impulsif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga dewasa.

2.6 Faktor-faktor Penyebab Hiperaktif
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain:
1.      Faktor Genetik
Anak laki-laki dengan eksra kromosom Y yaitu XYY, kembar satu telur lebih memungkinkan hiperaktif dibanding kembar dua telur.
2.      Faktor Neurologik
Penelitian menunjukan, anak hiperaktif lebih banyak disebabkan karena gangguan fungsi otak akibat sulit saat kelahiran, penyakit berat, cidera otak.
3.  Faktor Lingkungan
Racun atau limbah pada lingkungan sekitar bisa menyebabkan hiperaktif terutama keracunan timah hitam (banyak terdapat pada asap knalpot berwarna hitam kendaraan bermotor yang menggunakan solar).
4. Faktor Kultural dan Psikososial
a.       PemanjaanPemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu manis, membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, dan sebagainya. Anak yang terlalu dimanja itu sering memilih caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya.
b.      Kurang disiplin dan pengawasan.
Anak yang kurang disiplin atau pengawasan akan berbuat sesuka hatinya, sebab perilakunya kurang dibatasi. Jika anak dibiarkan begitu saja untuk berbuat sesuka hatinya dalam rumah, maka anak tersebut akan berbuat sesuka hatinya ditempat lain termasuk di sekolah. Dan orang lain juga akan sulit untuk mengendalikannya di tempat lain baik di sekolah.

c.       Orientasi kesenangan
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan memiliki ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda agar mau mendengarkan dan menyesuaikan diri.

2.7 Ciri-ciri Anak Hiperaktif
Ada tiga tanda utama anak yang menderita ADHD, yaitu:
a.       Tidak ada perhatian.
Ketidakmampuan memusatkan perhatian atau ketidak mampuan untuk berkonsentrasi pada beberapa hal seperti membaca, menyimak pelajaran, dan sering tidak mendengarkan perkataan orang lain.
b.      Hiperaktif
Mempunyai terlalu banyak energi. Misalnya berbicara terus menerus, tidak mampu duduk diam, selalu bergerak, dan sulit tidur.
c.       Impulsif
Sulit untuk menunggu giliran dalam permainan, sulit mengatur pekerjaanya, bertindak tanpa dipikir, misalnya mengejar bola yang lari ke jalan raya, menabrak pot bunga pada waktu berlari di ruangan, atau berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu akibatnya.
Ciri-ciri khusus anak yang hiperaktif diantaranya ialah sebagai berikut:
1.      Sering menggerak-gerakkan tangan atau kaki ketika duduk, atau sering menggeliat.
2.      Sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk manis.
3.      Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang tidak selayaknya.
4.      Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang.
5.      Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga, tenaganya tidak pernah habis.
6.      Sering terlalu banyak bicara
7.      Sering sulit menunggu giliran
8.      Sering memotong atau menyela pembicaraan
9.      Jika diajak bicara tidak dapat memperhatikan lawan bicaranya (bersikap apatis terhadap lawan bicaranya).

2.8 Cara Mengatasi Anak Hiperaktif
1. Mengidentifikasi segi positif.
Tidak ada anak yang benar-benar berantakan tanpa mempunyai segi positif, sekalipun ia tergolong anak yang hiperaktif. Satu hal yang salah & sering terjadi, bahwa orang tua mengukur segi positif anak dengan saudara sekandung atau teman sebayanya. Perlu disadari bahwa setiap anak mempunyai perkembangan yang berbeda meskipun saudara sekandung. Beberapa peraturan bagi anak dapat dibuat dengan memenuhi syarat berikut : jelas & tidak abstrak, diawali dengan peraturan mudah dalam waktu yang pendek, tidak dengan marah ketika menerangkannya pada anak, sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan tidak terlalu banyak.
2.  Memberi hadiah
Misalnya jika anak berhasil, yang bersifat : langsung diberikan, menyenang-kan hati anak, konsisten yang berarti diberikan bagi anak yang benar-benar berhasil dan bukan karena rengekan, disampaikan dengan hangat & dibarengai dengan pujian.
3. Sekali waktu mengajak anak menyalurkan energinya di tempat yang lebih luas, misalnya di taman. Jika orang tua merasa butuh pertolongan, anak bisa dibawa ke klinik spesialis terpadu. Disana anak akan dibantu oleh beberapa ahlinya dalam ilmu penyakit jiwa anak, ilmu jiwa klinik, ilmu jiwa pendidikan, dokter anak & psikoterapis. Bagaimanapun, anak adalah amanah Allah. Tugas orang tua adalah bagaimana memaksimalkan diri dalam membawa mereka menjadi hamba Allah yang shalih. Dan Allah-lah yang akan menentukan hasilnya.

Solusi untuk mengatasi anak yang hiperaktif dalam kelas:
1. Menempatkan anak di bangku yang dekat guru, di antara anak yang tenang dan amat memperhatikan pelajaran.
2.  Menghindari menempatkan anak di dekat jendela, pintu terbuka atau gambar atau lukisan yang warnanya cerah karena akan merusak konsentrasinya.
3.  Menatap anak saat berkomunikasi.
4.  Menyingkirkan perlengkapan yang tidak diperlukan di meja belajar anak, supaya perhatiannya tidak pecah.
5.  Sesekali menggunakan kontak fisik, seperti memegang bahu atau menepuk punggung anak untuk memfokuskan perhatiannya.
6.  Memberikan pujian bila anak tenang.
7.  Memberitahukan orang tuanya agar menyediakan tempat belajar yang tenang, jauh dari televisi atau musik keras.
8. Mengingatkan orang tuanya agar melatih anak melakukan kegiatan secara teratur / terjadwal saat waktu tertentu (misalnya bangun, mandi, belajar, makan, tidur, baca buku, main dll).
9. Mendorong orang tuanya unutk melatih anak menyiapkan keperluan sekolah sebelum tidur, sehingga tidak tergesa-gesa di saat akan berangkat sekolah.

2.9 Hipoaktif
Diantara kita mungkin ada yang mempunyai anak yang pasif, yang biasanya cenderung diam dan sulit bergaul dengan teman baik di sekolah atau di tempat baru.
Kisah anak pendiam di semai. Di salahsatu kelas, seorang anak yang jarang sekali terlihat main bareng, bercanda, atau lari-larian dengan teman lainya.  Sesekali ia hanya tersenyum ketika melihat temannya yang sedang asyik main. “Boleh ikut main lho kak…” kata guru yang pada saat itu berada di dekatnya. Anak itu hanya diam tidak menjawab. Begitu juga di kelas, ia jarang sekali bicara, hanya sesekali menjawab jika bu guru bertanya kepadanya, itupun dengan suara yang pelan dan seperti ragu-ragu.
Dalam waktu satu semester tidak banyak perubahan yang terlihat pada anak ini, namun  ibu guru tidak putus asa mencari tahu mengapa anak itu selalu diam jarang sekali bicara dan tidak mau main bareng dengan teman lainnya. Wajar seperti layaknya anak-anak yang lainnya
Ibu guru selalu berusaha mencari cara bagaimana agar anak ini bisa seperti anak lainnya, yang bisa main bersama, bercanda, tertawa dan sebagainya. Ya kita tadak bisa pungkiri bahwa memang setiap anak itu berbeda, mereka mempunyai karakter yang berbeda satu anak dengan anak lainnya. Tapi bukan berarti kita sebagai guru hanya diam ketika melihat anak kita selalu diam, tidak mau berinteraksi seperi tean-temannya yang lain. Karena jika di biarkan maka akan berpegaruh terhadap kemampuan belajarnya bahkan dalam kehidupan sosialnya.
Dari kisah ini, kami ingin sekali berbagi tips cara-cara bagaimana megatasi masalah anak pasif dan pendiam yang sulit bergaul.



Beberapa cara yang di gunakan agar anak yang pendiam mau   dan bersosialisasi dengan baik dengan anak-anak lainnya diantaranya yaitu :
1. Mencarikan teman yang aktif
Di kelas para guru sering mengatur posisi tempat duduk anak. Anak yang pendiam duduk di antara anak yang banyak bicaranya. Atau pada saat main berdampingan atau kelompok, anak yang pendiam digabungkan dengan anak yang aktif agar bisa memotifasi anak yang pendiam.
2. Sering-sering mengajak anak bicara santai (ngobrol santai)
Di sela-sela waktu kita harus aktif mengajak anak bicara. Bicara tentang apa saja. Meskipu anak tidak menjawab, terusalah berusaha. Bertanya tentang kagiatan di rumah, tentang keluarga, makanan kesukaan dan sebagainya.
Mungkin awalnya cara ini tidak berhasil. Tapi kita harus melakukanya lagi dan lagi. Mencoba lagi dan lagi. Jika terlihat anak mulai mau tersenyum saat kita ajak bicara, maka itulah awal keberhasilan kita. Artinya anak itu mulai nyaman. Berhentilah berbicara sebelum anak bosan. Cobalah ajak bicara lagi di lain waktu mungkin dengan topik yang berbeda pula.
3. Selalu memberi motivasi
“Wah ternyata kamu bisa ya…..” , “boleh di coba lagi lho…..”. kalimat ini adalah salah satu  cara untuk memotifasi anak yang pendiam atau pasif dalam kegiatan di kelas agar mau melakukan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lakukan hal ini di setiap anak selesai melakukan tugas. Baik yang mudah sekalipun.
Teruslah memberikan motifasi dengan kata-kata dan kalimat positif lalu Minta anak untuk mencoba lagi dan berikan pujian setelah anak menyelesaikan tugas yang kita berikan.
4. Memberikan hadiah
Tidak ada salahnya jika kita sesekali memberikan hadiah kepada anak setelah anak berhasil melakukan apa yang yang kita perintahkan. Hadiah yang kita tidak harus hadiah yang mahal. Sebuah kalimat pujian juga bisa memotifasi anak. Memberikan hadiah sebaiknya tidak terlalu sering. Karena jika kita selalu memberikan hadiah setiap setelah anak menyelesaikan sesuatu, Juga akan berdampak kurang baik bagi anak. Karena anak akan hanya mau menyelesaikan tugas jika mendapatkan hadiah, dan tidak mau mnyelesaikan tugas jika tidak ada hadiah.
Sebaiknya kita tidak menjanjikan hadiah kepada anak sebelum anak menyelesaikan tugas. Berikan hadiah setelah anak menyelesaikan tugas tanpa menjanjikan sebelumnya.
5. Orang tua boleh sering mengajak anak main di tempat umum atau rumah saudara
Mengajak anak bermain di tempat umum, seperti ke taman kota, berkunjung ke rumah saudara, tetangga atau teman sekolah, adalah salah satu cara  agar anak terbiasa dengan tempat baru, teman baru dan lingkungan baru yang pasti berbeda dengan lingkungan di rumah. Di tempat baru, anak akan banyak belajar. Belajar bagaimana berinteraksi dan beradaptasi dengan teman dan tempat baru. Jika anak sudah tebiasa dengan tempat dan teman baru mulai sejak kecil, maka akan menjadi anak yang lebih mudah beradaptasi di mana saja. Tidak butuh waktu yang lama untuk anak dalam mencari teman baru.
6. Sering mengajak anak melakukan kegiatan fisik
Melakukan kegiatan fisik bersama anak, selain bisa menstimulasi motoriknya, juga bisa membuat anak lebih percaya diri. Jika anak menjadi pendiam karena kurang percaya diri, cara ini bisa kita lakukan. kita bisa melakukan kegiatan fisik baik di rumah atau di tempat umum. Seperti di taman atau tempat umum lainnya. Beberapa kegiatan fisik yang bisa kita coba di antaranya yaitu, bermain sepeda, bermain bola, atau permainan lain yang membutuhkan tim untuk melakukannya. Yang pasti kegiatan tidak di lakukan hanya sendiri atau berdua saja, karena akan lebih baik jika dilakukan bersama-sama dengan teman sebaya, teman sekolah, saudara atau tetangga.
Banyak faktor mengapa anak sulit beradaptasi di lingkungan baru. Di antaranya adalah karena memang sejak kecil, orang tua jarang mengajak anak berkunjung ke rumah tetangga, teman, atau saudara. Biasanya orang tua tidak menyadari bahwa dari hal kecil sperti ini akan mempengaruhi kemampuan anak dalam beradaptasi di lingkungan baru yang nantinya akan berpengaruh saat anak mulai masuk sekolah pertamanya. Dan tentunya akan mempengaruhi perkembangan anak dalam belajar bukan hanya dalam bersosialisasi. Orang tua terkadang baru bisa menyadari anaknya mengalami kesulitan dalam beradaptasi setelah anak mulai sekolah pertamanya.



DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Djaali, Psikologi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2011.
Eric Taylor, Anak yang Hiperaktif, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992. 
http://earlychildhoodeducation-fifi.blogspot.com/2011/01/bk-di-tk.html
http://blog.umy.ac.id/suhe08/2011/12/30/cara-mengatasi-anak-hiperaktif
Abu Ahmadi, H.Drs.Psikologi Umum. Rineka Cipta. Jakarta. 1998
Aswin Hadis, Fawzia. Psikologi Perkembangan Anak. Dekdikbud.
Fauzi, Ahmad, H.Drs.Psikologi Umum. Pustaka Setia. Bandung.1999
Somantri, Mulyani dan Nana Saodih. Perkembangan Peserta Didik. Universitas Terbuka. Jakarta. 2004
Syamsudin Makmun, Abin H.M.A. DR. Prof. Psikologi Kependidikan. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung. 2000
Wirawan Sarwono, Sarlito. DR. Pengantar Umum Psikologi. PT. Bulan Bintang. Jakarta. 2000.
Effendy, Onong Uchajana, 2003, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Gerungan, 2002, Psikologi Sosial, Penerbit Refika Aditama, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar