BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.
Tidaklah mudah untuk melakukan komunikasi secara
efektif. Bahkan beberapa ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkinlah
seseorang melakukan komunikasi yang sebenar-benarnya efektif. Ada banyak
hambatan yang bisa menyebabkan komunikasi mengalami kegagalan (Effendy, 2003:
45).
Pola-pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang
berlainan pada hubungan interpersonal. Tidak benar anggapan orang bahwa makin
sering orang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin baik
hubungan mereka. Yang menjadi soal adalah bukanlah berapa kali komunikasi
dilakukan. Tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Kita akan melihat bahwa
dalam sebuah keluarga komunikasi itu sangat dibutuhkan, kurangnya berkomunikasi
dengan anggota keluarga (orang tua dengan anak) dan bagaimana kita akan
berkomunikasi dengan anggota keluarga kita, semua itu akan menentukan suatu
keharmonisan hubungan antara anggota keluarga yang satu dengan anggota keluarga
yang lain.
Dalam berkomunikasi, tidak lepas dari berbagai
hambatan, hal ini disebabkan antara lain adanya gangguan baik yang berasal dari
luar maupun dari diri orang yang sedang berkomunikasi. Gangguan yang berasal
dari luar antara lain suara orang bertengkar, suara mobil yang keras, pandangan
seseorang yang mencurigakan dan sebagainya. Sedangkan gangguan yang berasal
dari orang yang sedang berkomunikasi itu antara lain: kemarahan, kesedihan dan
sebagainya yang menyebabkan konsentrasi dalam berkomunikasi terganggu
( bkkbn, Mei
2007).
Dalam Effendy (2003: 45-49), hambatan komunikasi yang
harus menjadi perhatian bagi komunikator kalau ingin komunikasinya sukses dalam
artian disini adalah orang tua dengan anak adalah 1) gangguan: mekanik yaitu
gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik,
semantik yaitu bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi
rusak yaitu melalui penggunaan bahasa; 2) Kepentingan yaitu seseorang akan
selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan; 3) Motivasi Terpendam
akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan,
kebutuhan dan kekurangannya; 4) Prasangka merupakan salah satu rintangan atau
hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai
prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang
hendak melancarkan komunikasi.
Semua
anak adalah anak yang berbakat, mereka mempunyai potensi yang unik bila dibina
dan dikembangkan dengan benar dapat turut memberikan sumbangsih ke dunia ini.
Tantangan besar bagi para orangtua dan pendidik adalah menyingkirkan hambatan
yang menghalangi jalan mereka dalam menggapai impian yang mereka miliki dan
meningkatkan potensi mereka. Sebuah ungkapan yang sangat menggugah kita, dimana
anak merupakan tanggungjawab kita bersama selaku orangtua, lingkungan
masyarakat, sekolah, serta dalam lingkup yang lebih luas yaitu negara.
kebersamaan dalam mencapai satu tujuan sangatlah diperlukan dalam pembangunan
anak bangsa. Mengingat anak merupakan aset negara yang nantinya ditangan
merekalah nasib dari perjalanan sejarah suatu negara dipertaruhkan.
Oleh
karena itu, perlu dirumuskan suatu bentuk pendidikan yang mampu menanamkan
kecakapan hidup yang meliputi kecakapan berpikir, kecakapan bertindak,
kecakapan belajar, kecakapan untuk hidup,kecakapan untuk berkomunikasi didalam
masyarakat dengan bertahap.
Maka dari itu, dengan latar belakang
yang demikian akan merugikan anak jika tidak dididik dan dibina sejak kecil.
Maka penulis berkeinginan untuk menuliskan makalah ini, disamping itu juga
tentunya dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Dalam Keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana karakteristik anak usia
sekolah dasar masa kelas-kelas rendah?
2. Bagaimana karakteristik anak usia sekolah dasar masa kelas-kelas tinggi?
3. Bagaimana rtumbuhan fisik / jasmani anak usia sekolah dasar?
4. Bagaimana perkembangan intelektual (IQ) dan Emosional (EQ)?
2. Bagaimana karakteristik anak usia sekolah dasar masa kelas-kelas tinggi?
3. Bagaimana rtumbuhan fisik / jasmani anak usia sekolah dasar?
4. Bagaimana perkembangan intelektual (IQ) dan Emosional (EQ)?
5.
Bagaimana cara berkomunikasi pada anak hiperaktif?
6.
Bagaimana cara berkomunikasi pada anak hipoaktif?
7. Apa definisi dari hiperaktif?
8.
Apa saja faktor penyebab hiperaktif?
9.
Apakah ciri-ciri anak hiperaktif?
10. Bagaimana cara mengatasi anak
hiperaktif?
11. Apa definisi dari Komunikasi?
1.3 Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui karakteristik anak usia sekolah dasar masa kelas-kelas rendah
2. Mengetahui karakteristik anak usia sekolah dasar masa kelas-kelas tinggi
3. Mengetahui pertumbuhan fisik / jasmani anak usia sekolah dasar
4. Mengetahui perkembangan intelektual (IQ) dan Emosional (EQ)
2. Mengetahui karakteristik anak usia sekolah dasar masa kelas-kelas tinggi
3. Mengetahui pertumbuhan fisik / jasmani anak usia sekolah dasar
4. Mengetahui perkembangan intelektual (IQ) dan Emosional (EQ)
5.
Mengetahui
definisi dari hiperaktif
6. Mengetahui apa saja faktor
penyebab hiperaktif
7. Mengetahui ciri-ciri anak
hiperaktif
8. Mengetahui cara mengatasi
anak hiperaktif
9. Mengetahui definisi dari
komunikasi
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Komunikasi
Komunikasi
adalah sebuah proses dimana pesan disampaikan oleh sumber pada penerimanya bisa
berupa lambang-lambang (simbol). Pada umumnya orang berkomunikasi mempunyai
tujuan antara lain: untuk memberikan informasi yang dimiliki dengan orang lain,
untuk membujuk atau mempengaruhi orang (lawan komunikasi), untuk saling
mengerti satu sama lain, untuk menyampaikan sesuatu yang dirasakan, dan untuk
mendapatkan informasi tentang keadaan diri sendiri. Lebih spesifik dalam
bahasan ini berhubungan dengan komunikasi antarpribadi yang didefinisikan oleh
Joseph A. Devito dalam bukunya “ The Interpersonal Communication Book” (Devito,
1989:4) sebagai “proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang
atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa
umpan balik seketika”. (the process of sending and receiving messages between
two person, or among a small group of persons, with ome effect and some
immediate feedback).
Dalam
Shochib (2000: 17) pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang
hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan
adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling
memperhatikan, dan saling menyerahkan diri (Soelaeman, 1994: 5-10). Sedangkan pengertian
pedagogis, keluarga adalah “satu” persekutuhan hidup yang dijalin oleh kasih
sayang antara pasangan dua jenis manusia yag dikukuhkan dengan pernikahan, yang
bermaksud untuk saling menyempurnakan diri itu terkandung perealisasian peran
dan fungsi sebagai orang tua (Soelaeman, 1994:12).
Komunikasi yang sehat akan terlaksana dengan
sendirinya apabila antara orang tua dan anak ada kedekatan emosi atau
kehangatan hubungan. Anak-anak dengan sendirinya akan menjadi pribadi yang
dengan senang hati bercerita dan menumpahkan perasaan sedih dan bahagia. Orang
tua yang pemurung akan membentuk anaknya menjadi pemurung. Orang tua yang
pemarah akan menghasilkan anak-anak yang pemarah. Anak-anak yang sehat
(akhlaq/jiwanya) dan bahagia hanya lahir dari orang tua yang sehat dan bahagia.
Untuk membina anak-anak menjadi pribadi yang sehat,
bahagia tidak menuntut banyak persyaratan seperti berpendidikan tinggi dan
berharta banyak, akan tetapi lebih bertolak pada kepribadian daripada orang
tua. Sejarah membuktikan betapa banyak orang-oarang yang baik dan hebat berasal
dari keluarga yang sederhana. Wajah orang tua yang bercahaya dan dihiasi
seyuman ikhlas yang diberikan kepada anak-anaknya setiap akan berangkat sekolah
dan setiap akan tidur jauh lebih berharga dibanding timpalan materi yang
diberikan kepada mereka.
Cara mendengarkan yang baik memang tidak ada orang tua
sempurna, karena setiap orang tua memiliki masalahnya masing-masing hingga
seringkali memblokir hubungan positif yang seharusnya terjalin antara mereka
dengan anak-anak.
1. Fokuskan
perhatian pada anak.
2. Re-statement,
mengulangi cerita anak untuk menyamakan pengertian.
3. Menggali
perasaan dan pendapat anak akan masalah yang sedang dihadapi.
4. Bantu anak
mendefinisikan perasaan.
5. Bertanya, membimbing mereka dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat
mereka semakin memahami kejadian yang dialami, teman yang diahadapi, perasaan
yang mereka rasakan serta sikap-tindakan yang harus mereka lakukan sebagai
pemecahannya.
6. Mendorong semangat anak untuk bercerita.
7. Mendorong anak mengambil keputusan tepat.
8. Menunggu redanya emosi anak dan mengajak berfikir positif.
2.2 Karakteristik Anak Usia Sekolah
Dasar
Masa
usia sekolah adalah babak terakhir bagi periode perkembangan dimana manusia
masih digolongkan sebagai anak masa usia sekolah dikenal juga sebagai masa
tengah dan akhir dari masa kanak-kanak, pada masa inilah anak paling siap untuk
belajar. Mereka ingin menciptakan sesuatu, bahkan berusaha untuk dapat membuat
sesuatu sebaik-baiknya, ingin sempurna dalam segala hal.
Pada
masa ini anak menjalani sebagian besar dari kehidupannya di sekolah yaitu di
Sekolah Dasar. pada masa ini dikatakan pula sebagai masa konsolidasi. Masa usia
sekolah dasar sering pula disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian
sekolah. Pada masa keserasian sekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah
dididik dari pada sebelumnya dan sesudahnya.
Masa ini dapat dirinci lagi menjadi
2 fase:
1. Masa kelas-kelas rendah sekolah
dasar kira-kira umur 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun
2. Masa kela-kelas tinggi sekolah dasar
kira-kira umur 9 tahun 10 tahun sampai kira-kira umur 12 atau 13 tahun
2.2.1 Karakteristik Anak pada Masa
Kelas-Kelas Rendah Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak pada masa
ini antara lain adalah:
1. Adanya korelasi positif yang tinggi
antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah
2. Sikap tunduk kepada
peraturan-peraturan permainan yang tradisional
3. Ada kecenderungan menuju diri
sendiri
4. Suka membanding-bandingkan dirinya
dengan anak lain ada kecenderungan meremehkan anak lain.
5. kalau tidak dapat menyelesaikan
sesuatu hal, maka soal itu dianggapnya tidak penting.
6. Pada masa ini anak menghendaki nilai
raport yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai
atau tidak.
2.2.2 Karakteristik Anak pada Masa Kelas-Kelas
Tinggi SD
Beberapa sifat khas anak-anak pada
masa ini adalah:
1.
Adanya
minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret
2.
Amat
realistis, ingin tahu, ingin belajar
3.
Menjelang
akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus
4.
Sampai
kira-kira umur II tahun anak dapat membutuhkan seorang guru / orang-orang
dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya. Setelah
kira-kira umur II tahun pada umumnya anak menghadapi tugasnya dengan bebas dan
berusaha menyelesaikannya sendiri
5.
Pada masa
ini anak memandang (nilai raport) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya)
mengenai prestasi sekolah
6.
Anak-anak
pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain
bersama-sama
7.
Mengembangkan
kata hati, moralitas suatu skala nilai-nilai
2.3 Perkembangan Fisik / Jasmani
2.3.1 Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik mencakup
aspek-aspek anatomis dan fisiologis
1. Perkembangan Anatomis
Perkembangan anatomis ditujukan
dengan adanya kuantitatif pada struktur tulang-berulang. Indeks tinggi dan
berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan secara
keseluruhan.
a)
tulang-berulang pada masa bayi berjumlah 27 yang masih
rentur, berpori dan persambungannya longgal
b)
berat badan tinggi badan pada waktu lahir umumnya sekitar
3-4 kg dan 0-60 cm, masa kanak-kanak sekitar 12-15 kg dan 90-120 cm
c)
Proporsi tinggi kepala dan badan pada masa bayi dan
kanak-kanak sekitar 1:4.
2. Perkembangan Fisiologi
Perkembangan fisiologi ditandai
dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional
dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan
pernafasan, persyarafan, sekresi kelenjar dan pencernaan.
a)
otot sebagai pengontrol motorik, proporsi bobotnya 1-5 pada
masa bayi dan kanak-kanak;
b)
frekuensi denyut jantung pada masa bayi sekitar 140 permenit
dengan meningkatkan usia dapat berkurang sampai 62-63 meskipun normalnya pada
orang dewasa sekitar 72;
c)
persentase tingkat kesempurnaan perkembangan secara
fungsional
d) keaktifan dan tingkat kematangannya
sekresi tubuh
2.3.2
Perkembangan Prilaku Psikomotorik
Prilaku
psikomotorik memerlukan adanya koordinasi fungsional antara neuronmuscular
system (persyarafan dan otot) dan fungsi psikis (kognitif, afektif, konatif).
Loree
(1970:75) menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang
bersifat universal harus dikuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau awal
masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang benda (prehensian).
Kedua
jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis bagi perkembangan
keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan sebutan bermain
(playing) dan bekeja (working)
2.3.3
Pertumbuhan
Selama Pertengahan Masa Kanak-Kanak
1. Tingkat Pertumbuhan
Tingkat pertumbuhan anak sangat
berbeda antara ras, bangsa dan tingkat sosial ekonominya. Pertumbuhan juga
sangat dipengaruhi oleh lingkungan mereka.
Anak-anak yang tumbuh paling tinggi
biasanya dalam hidupnya tidak mengalami kekurangan gizi atau infeksi penyakit
yang merupakan masalah utama dalam kehidupan.
2. Nutrisi dan Pertumbuhan
Kekurangan nutrisi dapat
mengakibatkan pertumbuhan yang lamban, karena nutrisi tersebut hanya untuk
mempertahankan hidup dan energi, sedangkan protein lebih untuk meningkatkan
pertumbuhan. Apabila makanan tidak dapat mendukung kedua proses tersebut
sepenuhnya maka pertumbuhannya menjadi tidak optimal.
3. Kesehatan dan Kebugaran Anak
Pemberian vaksinasi sangat baik bagi
anak-anak usia pertengahan dari pada yang rendah usianya. Terbukti dengan
adanya imunisasi di sekolah.
2.3.4
Beberapa
Aspek Kesehatan dan Kebugaran Masa Kanak-kanak
1.
Obesity
Penyebab obesity yaitu karena banyak
makan dan kurang berolahraga
2.
Kondisi
Medis pada Masa Kanak-kanak
Pada umumnya anak-anak mendapat
sakit akut dalam waktu singkat dengan berbagai usia medis, biasanya terkena
virus (flu), selain itu ada juga sakit ternggorokan, radang tenggorokan,
infeksi telinga dan gangguan emosional
3.
Penglihatan
Pada anak usia sekolah, penglihatannya
lebih tajam dari pada waktu sebelumnya. Mereka cenderung lebih matang dan dapat
memfokuskan penglihatan lebih baik.
4.
Kesehatan
Gigi
Anak usia 6 tahun mengalami tanggal
giginya yang pertama kali, selanjutnya diganti dengan gigi yang tetap setiap
tahun sebanyak empat gigi untuk tahun kelima berikutnya gangguan pada gigi yang
biasanya dialami anak usia ini yaitu kerusakan gigi dan juga gigi tanggal
5.
Kebugaran
Anak
Memelihara kebugaran anak sangat
penting hal ini bisa dilakukan dengan cara berenang, senam, lari, berjalan
kaki, bersepeda. Hal ini untuk menjaga kesehatan jantung dan paru-paru.
2.4 Perkembangan Intelektual (IQ) dan
Emosional (EQ)
2.4.1 Perkembangan Intelektual (IQ)
a.
Perkembangan
Kognitif
Menurut Piaget anak usia antara 5-7
tahun memasuki tahap operasi konkret (concrete operations) yaitu pada waktu
anak dapat berikir secara logik mengenai segala sesuatu. Pada umumnya mereka
pada tahap ini sampai kira-kira II tahun.
b.
Berpikir
Operasional
Melakukan berbagai bentuk
operasional yaitu kemampuan aktivitas mental sebagai kebalikan dari aktivitas
jasmani. Pada tahap operasionak konkret anak-anak sudah mulai bekerja denga
angka-angka, mengetahui konsep-konsep waktu dan ruang dan dapat membedakan
kenyataan dengan hal-hal yang bersifat fantasi.
Anak-anak usia sekolah lebih dapat
berpikir secara logik dari pada waktu mereka masih muda. Menurut Piaget seorang
anak pada periode perkembangan initelah mampu menggunakan simbol” untuk
melakukan sesuatu.
Pada periode berpikir ini pula
anak-anak mulai mampu melakukan “Perpisahan mereka memperhitungkan berbagai
aspek yang ada sebelum mengambil suatu kesimpulan dan tidak lagi hanya terpukau
kepada satu aspek saja seperti pada pemikiran praoperasional. Mereka
meningkatkan pengertian bahwa adanya sudut pandangan orang lain memungkinkan
mereka untuk berkomunikasi secara efektif dan memungkinkan mereka untuk
bersikap lebih luwes dalam sikap moral mereka.
c.
Konservasi
Konservasi adalah salah satu
kemampuan yang penting yang dapat mengembangkan berbagai opemasi pada tahap
konkret. Dengan kata lain konservasi adalah kemampuan untuk mengenal atau
mengetahui bahwa dua bilangan yang sama akan tetap sama dalam substansi berat
atau volume selama tidak ditambah atau dikurangi.
Anak pada usia sekolah dasar sudah
mampu melakukan konservasi karena sudah memahami konsep bolak-balik
(reversibility) konsep bahwa ia dapat mengembalikan benda kebentuknya yang
semula tanpa (ditambah atau dikurangi).
Menurut Piaget, kemampuan konservasi
di mungkinkan untuk berkembang jika sistem syaraf sudah cukup matang dan
mendukung kemampuan.
Selain itu anak dapat melakukan
konservasi adalah anak yang nilai rapornya lebih tinggi, IQ nya tinggi
kemampuan verbalnya baik, dan ibu yang aktif jadi, disini tampaklah suatu
peningkatan kualitatif cara berpikir anak.
d.
Seriasi
(Runtunan)
Seriasi juga adalah satu ciri
perkembangan kognitif anak usia sekolah, yaitu memahami suatu seri posisi,
seriasi ini juga berlaku untuk berbagai dimensi, yaitu dimensi tinggi, panjang
atau ukuran, Artinya anak usia SD mampu menyusun benda mulai dari yang paling
tinggi sampai yang paling rendah.
e.
Klasifikasi
dari Obyek-obyek
Yaitu kemampuan untuk memilih sub
kelompok.
f.
Konsep
Angka
2.4.2
Perkembangan
Emosional (EQ)
Pada
masa anak sekolah dasar (school age), pada masa ini ia pada umumnya mulai dituntut untuk dapat mengerjakan atau
menyelesaikan sesuatu dengan baik bahkan sempurna.
Kemampuan melakukan hal-hal tersebut
menumbuhkan kepercayaan atas kecakapannya menyelesaikan sesuatu tugas. Kalau
tidak pada akan tumbuh / menimbulkan perasaan rendah diri (inferiority) yang
akan dibawanya pada taraf perkembangan selanjutnya.
Pada masa ini anak usia SD mulai
mengalami ketidak senangan berdiferensiasi di dalam rasa malu cemas dan kecewa
sedangkan kesenangan, berdiferensiasi ke dalam harapan dan kasih orang. Oleh
karena itu, tidak heran kalau terdapat siswa-siswi yang membenci atau
menyenangi guru atau bidang studi tertentu, bergantung pada kemampuan guru
untuk menyelenggarakan conditioning reinforcement aspek-aspek emosional
tersebut.
Gejala
“seperti takut, cemas, marah, sedih, iri cemburu, senang, kasih sayang, simpati
merupakan beberapa proses manifestasi dari keadaan emosional pada diri
seseorang.
Aspek emosional dari suatu perilaku
melibatkan 3 variable yaitu:
1.
Rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable)
2.
Perubahan-perubahan
fisiologis variable yang terjadi bila mengalami emosi (the organismic variable)
3. Pola sambutan ekspresi atas terjadinya pengalaman emosional
itu. (the respons variable)
a. Gangguan emosional pada Kanak-Kanak
Ada beberapa gangguan emosional pada
masa kanak-kanak sehingga terkesan dan sebagai penyebab ketakutan kanak-kanak
untuk melakukan suatu kegiatan. Salah satu contohnya yaitu pada suasana yang
gelap sehingga membuat anak merasa takut melakukan sesuatu pada malam hari
diluar rumah. Dan biasanya untuk menanggulangi masalah ini ditanggulangi oleh
psikiater.
b. Beberapa tipe masalah emosional
Kebrutalan atau kebingungan anak
akan nampak pada perilakunya, misalnya: berkelahi, berbohong, mencuri dan
merusak aturan yang berlaku. Bentuk-bentuk tindakan tersebut merupakan ekspresi
yang keluar dari emosional yang terganggu
c. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan yang dialami anak-anak
dapat berupa gangguan keinginan terpisah dan ketakutan (phobia) sekolah,
Gangguan keinginan terpisah dari orang terdekat berakibat anak mengalami sakit
kepala, sakit perut, dsb.
d. Takut Sekolah
Ketakutan terhadap guru yang keras
(galak) atau mendapat tugas yang berat di sekolah merupakan salah satu
ketakutan pada anak, ketakutan anak tersebut adalah wajar. Hal ini disebabkan
karena lingkungan yang tidak kondusif.
e. Kematangan Sekolah
Kematangan Sekolah ini ditandai
apabila anak telah mencapai perkembangan fisik sebagai dasar yang dibutuhkan
untuk dapat melaksanakan segala sesuatu disekolah, perkembangan kognitif yang
memadai juga sangat dibutuhkan selain itu anak juga telah mampu mengembangkan
hubungan emosional yang sehat dengan orang lain.
f. Depresi pada masa kanak-kanak
Gejala-gejala depresi antara lain
gangguan konsentrasi, tidur kurang, selera makan kurang, mulai berbuat
kejelekan disekolah, tidak merasa bahagia, selalu mengeluh karena penyakit
jasmani yang dideritanya, selalu merasa bersalah.
g. Perawatan Problema Emosional
Pilihan untuk perawatan secara
khusus untuk gangguan tertentu tergantung pada beberapa faktor, misalnya
problema yang bersifat alamiah, kpribadian anak, kesediaan orang tua untuk
berpartisipasi, sosial ekonomi orang tua, dll.
Beberapa
jenis terapi untuk mengatasi gangguan emosional
Perawatan psikologis dapat dilakukan
dengan beberapa cara yaitu:
a) Terapi seca individual. Yaitu dengan
melihat anak satu persatu membantu agar anak dapat mengenal dirinya atau
kepribadiannya dan hubungannya dengan orang lain dan menginterpretasikan
penasaran dan perilaku anak.
b) Terapi jangka pendek dan jangka
panjang
Terapi jangka pendek dilakukan
dengan waktu yang pendek biasanya berkaitan dengan masalah ringan. Terapi
jangka panjang dilakukan dengan waktu yang panjang, yang berkaitan dengan
masalah yang memerlukan keteraturan, kontinuitas, demi terciptanya perubahan
perilaku anak misalnya dengan terapi bermain dan terapi keluarga
c) Terapi perilaku atau modifikasi
perilaku
Metode ini diterapkan dengan
menggunakan teori belajar untuk mengubah perilaku anak. Yaitu dengan
menghilangkan perilaku anak yang tidak disenangi.
d) Efektifitas perilaku
Pada umumnya terapi sangat
bermanfaat dan membantu anak-anak yang memperoleh terapi lebih baik daripada
anak-anak yang tidak memperoleh terapi.
Terapi juga dapat dilakukan pada
anak yang mengalami gangguan salah satunya gangguan emosional pada anak yaitu
stress. Stress adalah perasaan tertekan disertai dengan meningkatnya emosi yang
tidak menyenangkan, seperti cemas, gelisah, takut, sedih, marah, yang relatif
berlangsung lama.
Stress dapat disebabkan oleh
berbagai hal yaitu:
1. Suasana dalam keluarga yang
seringkali diwarnai oleh adanya konflik orang tua
2. Sikap orang tua yang selalu menuntut pada anak untuk
berprestasi dan berbuat yang baik-baik
3. Penyakit
4. Frustasi
5. Ketidak hadiran orang tua dirumah
6. Perceraian
7. Kemiskinan
8. Ditinggal mati orang tua
9. Keamanan yang terganggu misal
tawuran, perang.
2.5
Definisi Hiperaktivitas
Kata “hiperaktivitas” (hiperaktivity) digunakan untuk
menyatakan suatu pola prilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau
diam, tidak menaruh perhatian dan implusif (semau gue). Anak-anak yang
yang hiperaktif selalu bergerak. Mereka tidak mau diam bahkan dalam
situasi-situasi, misalnya ketika sedang mengikuti pelajaran di kelas yang
menuntut agar mereka bersikap tenang. Mereka tidak pernah merasakan asyiknya
permaianan atau mainan yang umumnya disukai anak-anak lain seusia mereka,
sebentar-sebentar mereka bergerak untuk beralih dari permainan atau mainan satu
ke yang lain.
Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan
pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and
hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering
disebut minimal brain dysfunction syndrome. Gangguan hiperkinetik adalah
gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia 7
tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif dan
impulsif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut
hingga dewasa.
2.6
Faktor-faktor Penyebab Hiperaktif
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain:
1.
Faktor Genetik
Anak
laki-laki dengan eksra kromosom Y yaitu XYY, kembar satu telur lebih
memungkinkan hiperaktif dibanding kembar dua telur.
2. Faktor
Neurologik
Penelitian
menunjukan, anak hiperaktif lebih banyak disebabkan karena gangguan fungsi otak
akibat sulit saat kelahiran, penyakit berat, cidera otak.
3. Faktor Lingkungan
Racun
atau limbah pada lingkungan sekitar bisa menyebabkan hiperaktif terutama
keracunan timah hitam (banyak terdapat pada asap knalpot berwarna hitam
kendaraan bermotor yang menggunakan solar).
4. Faktor Kultural dan
Psikososial
a. PemanjaanPemanjaan dapat juga
disamakan dengan memperlakukan anak terlalu manis, membujuk-bujuk makan,
membiarkan saja, dan sebagainya. Anak yang terlalu dimanja itu sering memilih
caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya.
b. Kurang disiplin dan pengawasan.
Anak
yang kurang disiplin atau pengawasan akan berbuat sesuka hatinya, sebab
perilakunya kurang dibatasi. Jika anak dibiarkan begitu saja untuk berbuat
sesuka hatinya dalam rumah, maka anak tersebut akan berbuat sesuka hatinya
ditempat lain termasuk di sekolah. Dan orang lain juga akan sulit untuk
mengendalikannya di tempat lain baik di sekolah.
c. Orientasi kesenangan
Anak
yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan memiliki
ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda
agar mau mendengarkan dan menyesuaikan diri.
2.7
Ciri-ciri Anak Hiperaktif
Ada
tiga tanda utama anak yang menderita ADHD, yaitu:
a.
Tidak ada perhatian.
Ketidakmampuan
memusatkan perhatian atau ketidak mampuan untuk berkonsentrasi pada beberapa
hal seperti membaca, menyimak pelajaran, dan sering tidak mendengarkan
perkataan orang lain.
b. Hiperaktif
Mempunyai
terlalu banyak energi. Misalnya berbicara terus menerus, tidak mampu duduk
diam, selalu bergerak, dan sulit tidur.
c.
Impulsif
Sulit
untuk menunggu giliran dalam permainan, sulit mengatur pekerjaanya, bertindak
tanpa dipikir, misalnya mengejar bola yang lari ke jalan raya, menabrak pot
bunga pada waktu berlari di ruangan, atau berbicara tanpa dipikirkan terlebih
dahulu akibatnya.
Ciri-ciri
khusus anak yang hiperaktif diantaranya ialah sebagai berikut:
1. Sering menggerak-gerakkan tangan
atau kaki ketika duduk, atau sering menggeliat.
2. Sering meninggalkan tempat duduknya,
padahal seharusnya ia duduk manis.
3. Sering berlari-lari atau memanjat
secara berlebihan pada keadaan yang tidak selayaknya.
4. Sering tidak mampu melakukan atau
mengikuti kegiatan dengan tenang.
5. Selalu bergerak, seolah-olah
tubuhnya didorong oleh mesin. Juga, tenaganya tidak pernah habis.
6. Sering terlalu banyak bicara
7. Sering sulit menunggu giliran
8. Sering memotong atau menyela
pembicaraan
9. Jika diajak bicara tidak dapat
memperhatikan lawan bicaranya (bersikap apatis terhadap lawan bicaranya).
2.8
Cara Mengatasi Anak Hiperaktif
1. Mengidentifikasi segi positif.
Tidak ada anak yang benar-benar berantakan tanpa
mempunyai segi positif, sekalipun ia tergolong anak yang hiperaktif. Satu hal
yang salah & sering terjadi, bahwa orang tua mengukur segi positif anak
dengan saudara sekandung atau teman sebayanya. Perlu disadari bahwa setiap anak
mempunyai perkembangan yang berbeda meskipun saudara sekandung. Beberapa
peraturan bagi anak dapat dibuat dengan memenuhi syarat berikut : jelas &
tidak abstrak, diawali dengan peraturan mudah dalam waktu yang pendek, tidak
dengan marah ketika menerangkannya pada anak, sesuai dengan tingkat
perkembangan anak dan tidak terlalu banyak.
2. Memberi hadiah
Misalnya jika anak berhasil, yang bersifat : langsung
diberikan, menyenang-kan hati anak, konsisten yang berarti diberikan bagi anak
yang benar-benar berhasil dan bukan karena rengekan, disampaikan dengan hangat
& dibarengai dengan pujian.
3. Sekali
waktu mengajak anak menyalurkan energinya di tempat yang lebih luas, misalnya
di taman. Jika orang tua merasa butuh pertolongan, anak bisa dibawa ke klinik
spesialis terpadu. Disana anak akan dibantu oleh beberapa ahlinya dalam ilmu
penyakit jiwa anak, ilmu jiwa klinik, ilmu jiwa pendidikan, dokter anak &
psikoterapis. Bagaimanapun, anak adalah amanah Allah. Tugas orang tua adalah
bagaimana memaksimalkan diri dalam membawa mereka menjadi hamba Allah yang
shalih. Dan Allah-lah yang akan menentukan hasilnya.
Solusi
untuk mengatasi anak yang hiperaktif dalam kelas:
1. Menempatkan anak di bangku yang dekat guru, di antara anak
yang tenang dan amat memperhatikan pelajaran.
2. Menghindari menempatkan anak di dekat jendela,
pintu terbuka atau gambar atau lukisan yang warnanya cerah karena akan merusak
konsentrasinya.
3. Menatap anak saat berkomunikasi.
4. Menyingkirkan perlengkapan yang tidak
diperlukan di meja belajar anak, supaya perhatiannya tidak pecah.
5. Sesekali menggunakan kontak fisik, seperti
memegang bahu atau menepuk punggung anak untuk memfokuskan perhatiannya.
6. Memberikan pujian bila anak tenang.
7. Memberitahukan orang
tuanya agar menyediakan tempat belajar yang tenang, jauh dari televisi atau
musik keras.
8. Mengingatkan orang tuanya agar
melatih anak melakukan kegiatan secara teratur / terjadwal saat waktu tertentu
(misalnya bangun, mandi, belajar, makan, tidur, baca buku, main dll).
9. Mendorong orang tuanya unutk
melatih anak menyiapkan keperluan sekolah sebelum tidur, sehingga tidak
tergesa-gesa di saat akan berangkat sekolah.
2.9 Hipoaktif
Diantara kita mungkin ada
yang mempunyai anak yang pasif, yang biasanya cenderung diam dan sulit bergaul
dengan teman baik di sekolah atau di tempat baru.
Kisah anak pendiam di semai.
Di salahsatu kelas, seorang anak yang jarang sekali terlihat main bareng,
bercanda, atau lari-larian dengan teman lainya. Sesekali ia hanya
tersenyum ketika melihat temannya yang sedang asyik main. “Boleh ikut main lho
kak…” kata guru yang pada saat itu berada di dekatnya. Anak itu hanya diam
tidak menjawab. Begitu juga di kelas, ia jarang sekali bicara, hanya sesekali
menjawab jika bu guru bertanya kepadanya, itupun dengan suara yang pelan dan
seperti ragu-ragu.
Dalam waktu satu semester tidak banyak perubahan yang terlihat
pada anak ini, namun ibu guru tidak putus asa mencari tahu mengapa anak
itu selalu diam jarang sekali bicara dan tidak mau main bareng dengan teman
lainnya. Wajar seperti layaknya anak-anak yang lainnya
Ibu guru selalu berusaha mencari cara bagaimana agar anak ini bisa
seperti anak lainnya, yang bisa main bersama, bercanda, tertawa dan sebagainya.
Ya kita tadak bisa pungkiri bahwa memang setiap anak itu berbeda, mereka
mempunyai karakter yang berbeda satu anak dengan anak lainnya. Tapi bukan
berarti kita sebagai guru hanya diam ketika melihat anak kita selalu diam,
tidak mau berinteraksi seperi tean-temannya yang lain. Karena jika di biarkan
maka akan berpegaruh terhadap kemampuan belajarnya bahkan dalam kehidupan
sosialnya.
Dari kisah ini, kami ingin sekali berbagi tips cara-cara bagaimana
megatasi masalah anak pasif dan pendiam yang sulit bergaul.
Beberapa cara yang di
gunakan agar anak yang pendiam mau dan bersosialisasi dengan baik
dengan anak-anak lainnya diantaranya yaitu :
1. Mencarikan teman yang aktif
Di kelas para guru sering mengatur posisi tempat duduk anak. Anak
yang pendiam duduk di antara anak yang banyak bicaranya. Atau pada saat main
berdampingan atau kelompok, anak yang pendiam digabungkan dengan anak yang
aktif agar bisa memotifasi anak yang pendiam.
2. Sering-sering mengajak anak bicara santai (ngobrol santai)
Di sela-sela waktu kita harus aktif mengajak anak bicara. Bicara
tentang apa saja. Meskipu anak tidak menjawab, terusalah berusaha. Bertanya
tentang kagiatan di rumah, tentang keluarga, makanan kesukaan dan sebagainya.
Mungkin awalnya cara ini tidak berhasil. Tapi kita harus
melakukanya lagi dan lagi. Mencoba lagi dan lagi. Jika terlihat anak mulai mau
tersenyum saat kita ajak bicara, maka itulah awal keberhasilan kita. Artinya
anak itu mulai nyaman. Berhentilah berbicara sebelum anak bosan. Cobalah ajak
bicara lagi di lain waktu mungkin dengan topik yang berbeda pula.
3. Selalu memberi motivasi
“Wah ternyata kamu bisa ya…..” , “boleh di coba lagi lho…..”.
kalimat ini adalah salah satu cara untuk memotifasi anak yang pendiam
atau pasif dalam kegiatan di kelas agar mau melakukan atau mengerjakan tugas
yang diberikan. Lakukan hal ini di setiap anak selesai melakukan tugas. Baik
yang mudah sekalipun.
Teruslah memberikan motifasi dengan kata-kata dan kalimat positif
lalu Minta anak untuk mencoba lagi dan berikan pujian setelah anak
menyelesaikan tugas yang kita berikan.
4. Memberikan hadiah
Tidak ada salahnya jika kita sesekali memberikan hadiah kepada
anak setelah anak berhasil melakukan apa yang yang kita perintahkan. Hadiah
yang kita tidak harus hadiah yang mahal. Sebuah kalimat pujian juga bisa
memotifasi anak. Memberikan hadiah sebaiknya tidak terlalu sering. Karena jika
kita selalu memberikan hadiah setiap setelah anak menyelesaikan sesuatu, Juga
akan berdampak kurang baik bagi anak. Karena anak akan hanya mau menyelesaikan
tugas jika mendapatkan hadiah, dan tidak mau mnyelesaikan tugas jika tidak ada
hadiah.
Sebaiknya kita tidak menjanjikan hadiah kepada anak sebelum anak
menyelesaikan tugas. Berikan hadiah setelah anak menyelesaikan tugas tanpa
menjanjikan sebelumnya.
5. Orang tua boleh sering mengajak anak main di tempat umum atau
rumah saudara
Mengajak anak bermain di tempat umum, seperti ke taman kota,
berkunjung ke rumah saudara, tetangga atau teman sekolah, adalah salah satu
cara agar anak terbiasa dengan tempat baru, teman baru dan lingkungan
baru yang pasti berbeda dengan lingkungan di rumah. Di tempat baru, anak akan
banyak belajar. Belajar bagaimana berinteraksi dan beradaptasi dengan teman dan
tempat baru. Jika anak sudah tebiasa dengan tempat dan teman baru mulai sejak
kecil, maka akan menjadi anak yang lebih mudah beradaptasi di mana saja. Tidak
butuh waktu yang lama untuk anak dalam mencari teman baru.
6. Sering mengajak anak melakukan kegiatan fisik
Melakukan kegiatan fisik bersama anak, selain bisa menstimulasi
motoriknya, juga bisa membuat anak lebih percaya diri. Jika anak menjadi
pendiam karena kurang percaya diri, cara ini bisa kita lakukan. kita bisa
melakukan kegiatan fisik baik di rumah atau di tempat umum. Seperti di taman
atau tempat umum lainnya. Beberapa kegiatan fisik yang bisa kita coba di
antaranya yaitu, bermain sepeda, bermain bola, atau permainan lain yang
membutuhkan tim untuk melakukannya. Yang pasti kegiatan tidak di lakukan hanya
sendiri atau berdua saja, karena akan lebih baik jika dilakukan bersama-sama dengan
teman sebaya, teman sekolah, saudara atau tetangga.
Banyak faktor mengapa anak
sulit beradaptasi di lingkungan baru. Di antaranya adalah karena memang sejak
kecil, orang tua jarang mengajak anak berkunjung ke rumah tetangga, teman, atau
saudara. Biasanya orang tua tidak menyadari bahwa dari hal kecil sperti ini
akan mempengaruhi kemampuan anak dalam beradaptasi di lingkungan baru yang
nantinya akan berpengaruh saat anak mulai masuk sekolah pertamanya. Dan
tentunya akan mempengaruhi perkembangan anak dalam belajar bukan hanya dalam
bersosialisasi. Orang tua terkadang baru bisa menyadari anaknya mengalami
kesulitan dalam beradaptasi setelah anak mulai sekolah pertamanya.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
Dr. H. Djaali, Psikologi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2011.
Eric
Taylor, Anak yang Hiperaktif, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1992.
http://earlychildhoodeducation-fifi.blogspot.com/2011/01/bk-di-tk.html
http://blog.umy.ac.id/suhe08/2011/12/30/cara-mengatasi-anak-hiperaktif
Abu
Ahmadi, H.Drs.Psikologi Umum. Rineka Cipta. Jakarta. 1998
Aswin
Hadis, Fawzia. Psikologi Perkembangan Anak. Dekdikbud.
Fauzi,
Ahmad, H.Drs.Psikologi Umum. Pustaka Setia. Bandung.1999
Somantri,
Mulyani dan Nana Saodih. Perkembangan Peserta Didik. Universitas Terbuka.
Jakarta. 2004
Syamsudin
Makmun, Abin H.M.A. DR. Prof. Psikologi Kependidikan. PT. Remaja Rosda Karya.
Bandung. 2000
Wirawan
Sarwono, Sarlito. DR. Pengantar Umum Psikologi. PT. Bulan Bintang. Jakarta. 2000.
Effendy, Onong Uchajana, 2003, Ilmu, Teori dan
Filsafat Komunikasi, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Gerungan, 2002, Psikologi Sosial, Penerbit Refika
Aditama, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar