LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA TN.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS
MODERAT TETANUS
DI RUANG 13 RSU Dr.SAIFUL ANWAR
MALANG
Disusun oleh:
Artika Wulandari (1301200018)
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
LAWANG
2015
KONSEP
TEORI
A. Pengertian
Tetanus
adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi
sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular
(neuro muscular jungtion) dan saraf autonom. (Smarmo 2002)
Penyakit
infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani, bermanifestasi
dengan kejang otot secara paroksisimal dan diikuti oleh kekakuan otot seluruh
badan, khususnya otot-otot massester dan otot rangka.
B. Klasifikasi
Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu:
(Sudoyo Aru, 2009)
- Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang.
- Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum.
- Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus), disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
- Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
Klasifikasi beratnya tetanus oleh
albert (Sudoyo Aru, 2009):
1. Derajat I (ringan): trismus
(kekakuan otot mengunyah) ringan sampai sedang, spasitas general, tanpa
gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia
2. Derajat II (sedang): trismus
sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan
pernapasan sedang RR ≥ 30x/ menit, disfagia ringan.
3. Derajat III (berat): trismus
berat, spastisitas generaisata, spasme reflek berkepanjangan, RR ≥ 40x/ menit,
serangan apnea, disfagia berat, takikardia ≥ 120.
4. Derajat IV (sangat berat):
derajat tiga dengan otomik berat melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipotensi
berat dan takikardia terjadi perselingan dengan hipotensi dan bradikardia,
salah satunya dapat menetap.
C. Etiologi
Spora bacterium clostridium tetani (C. Tetani). Kuman
ini mengeluarkan toxin yang bersifat neurotoksik (tetanospasmin) yang
menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Termasuk bakteri gram positif. Bentuk: batang. Terdapat: di tanah, kotoran manusia dan
binatang (khususnya kuda) sebagai spora, debu, instrument lain. Spora bersifat dorman dapat bertahan
bertahun-tahun (> 40 tahun)
D. Tanda
dan Gejala
Periode
inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-rata 7-10
hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama dengan
spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas, spasme
otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan
bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan
bisa memerlukan waktu 4 minggu. (Sudoyo, Aru 2009)
Pemeriksaan fisis (Sumarmo, 2002)
- Trismus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar membuka mulut.
- Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah.
- Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung, otot leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.
- Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan
- Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena sinar yang kuat.
- Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang yang terus-menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian.
Secara umum tanda dan gejala yang
akan muncul:
- Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut (trismus)
- Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
- Otot leher
- Otot dada
- Merambat ke otot perut
- Otot lengan dan paha
- Otot punggung, seringnya epistotonus
- Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
- Iritabilitas
- Demam
Gejala penyerta lainnya:
- Keringat berlebihan
- Sakit menelan
- Spasme tangan dan kaki
- Produksi air liur
- BAB dan BAK tidak terkontrol
- Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang
E. Patofisologi
F. Pemeriksaan
Diagnostik
1. EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler (Torsaderde
pointters)
2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah
kadar fosfat dalam serum meningkat.
3. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan
subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
G. Penatalaksanaan
1.
Netralisasi
toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a.
hiperimun
globulin (paling baik)
Dosis:
3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24
hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek
pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier
darah-otak
b.
Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan
terdapat clostridium: luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat
dirawat, luka tembak, luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan luka-luka
tusuk atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500 IU
ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak
berfungsi membunuh kuman tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang
dikeluarkan clostridium tetani disekitar luka yang kemudian menyebar melalui
sirkulasi menuju otak.
Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
·
Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
·
IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul
lengan kiri)
·
IM di region gluteal 10.000 IU
2.
Perawatan luka
a.
Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda
asing, biarkan terbuka (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C.
Tetani untuk berkembang biak)
b.
Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000
U/kg BB/24 jam IV) selama 10 hari
c.
Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi
dalam 3 atau 4 dosis
Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin
yang hanya dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
3.
Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b.
Preparat
anti kejang
c.
Barbiturat
dan Phenotiazim
-
Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu
tiap 2 jam untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi
berespon segera bila dirangsang
-
Chlorpromazim
efektif terhadap kejang pada tetanus
-
Diazepam
0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam: mungkin 2-6
minggu
4.
Terapi suportif
a.
Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang
merangsang
b.
Perawatan umum,
oksigen
c.
Bebas jalan
napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d.
Diet TKTP yang
tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi
interal merupakan pilihan selain berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
e.
Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi
urin
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1.1Anamnesa
a) Riwayat terkena
luka tusuk / luka dalam.
b) Keluhan
sukar menelan
c) Nyeri kepala
d) Nyeri anggota
badan (badan kaku)
1.2Pengkajian
1) Pernafasan ( Breathing = B1 )
a) Peningkatan sekresi atau produksi mucus
b) Sesak dan sianosis
c) Kaji status pernapasan (napas cepat)
2) Kardiovaskular ( Blood = B2 )
a) Hipertensi, peningkatan nadi, sianosis
b) Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
3) Persyarafan ( Brain = B3 )
a)
Trismus
(kesukaran membuka mulut)
b)
Kaku kuduk
sampai epistotonus
c)
Ketegangan
pada otot dinding perut
d)
Kejang tonik
e)
Rhisus
sardonikus (spasme otot muka, alis tertarik ke atas )
f)
Gelisah
g)
Sensitif
pada rangsangan eksternal
h)
Tenderness pada
otot leher dan rahang
4) Perkemihan ( Bladder = B4 )
a) Incontinencia episodik
b) Peningkatan tekanan Bandung kemih dan tonos sfingter
c) Otot relaksasi yang mengakibatkan incontinencia ( baik urine / fecal )
5) Pencernaan ( Bowel = B5 )
a) Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang.
b) Kerusakan jaringan lunak / gigi ( cidera selama kejang )
6) Otot – tulang – integumen ( Bone = B6
)
a) Keletihan, kelemahan umum.
b) Keterbatasan dalam beraktivitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri
sendiri / orang terdekat
c) Perubahan tonus / kekuatan otot.
d) Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
2.
Diagnosa Kepeawatan
1. Nyeri akut
berhubungan dengan agen injuri (biologi)
2. Defisit perawatan diri, makan, toileting, berpakaian berhubungan dengan
kelemahan umum
3. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses penyakit
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
penurunan reflek menelan, intake kurang
3.
Intervensi
Diagnosa 1: Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri
(biologi)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
nyeri berkurang
NOC: Control nyeri, pain level, comfort pain
Kriteria Hasil:
-
Klien mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang.
-
Klien dapat mendeskripsikan bagaimana mengontrol nyeri
-
Klien mengatakan kebutuhan istirahat dapat terpenuhi
-
Klien dapat menerapkan metode non farmakologik untuk
mengontrol nyeri
Keterangan skala:
1.Kuat
2.Berat
3.Sedang
4.Ringan
5.Tidak ada
NIC: Pain management
Intervensi:
-
Identifikasi nyeri yang dirasakan klien (P, Q, R, S,
T)
-
Pantau tanda-tanda vital.
-
Berikan tindakan kenyamanan.
-
Ajarkan teknik non farmakologik (relaksasi, fantasi,
dll) untuk menurunkan nyeri.
-
Kaji pengalaman klien masa lalu dalam mengatasi nyeri.
-
Berikan analgetik sesuai indikasi
Diagnosa
2: Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
umum.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan personal hygiene pasien
dapat terpenuhi.
NOC : Self care ; activity of daily
living
Kriteria Hasil :
- Makan secara mandiri
-
Berpakaian terpenuhi
-
Mandi
terpenuhi
-
Kebersihan
terjaga
Keterangan Skala :
1 : Ketergantungan
2 : Membutuhkan bantuan orang
lain dan alat
3 : Membutuhkan bantuan orang
lain
4 : Mandiri dengan bantuan alat.
5 : Mandiri sepenuhnya
NIC : Self care assistance
Intervensi :
·
Monitor
kebutuhan pasien untuk personal hygiene termasuk makan. Mandi, berpakaian,
toileting.
·
Mandirikan aktivitas rutin untuk perawatan diri.
·
Bantu pasien sampai pasien mampu berdiri.
·
Ajarkan kepada anggota keluarga untuk peningkatan kemandirian
Diagnosa
3: Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan
proses penyakit
Tujuan: Setelah dilakukan tidakan
keperawatan selama proses keperawatan diharapkan status termoregulasi efektif
NOC: Immune status
Kriteria hasil
- Keseimbsngan antara produksi panas, panas yang diterima dan kehilangan
panas
- Temperature stabil
- Tidak ada kejang
- Tidak ada perubhan warna kulit
Keterangan Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan. 4 : Sering menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan 5 : Selalu
menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
NIC: Temperature regulation
Intervensi:
- Monitor S, N, RR, TD
- Monitor suhu tiap 2 jam
- Monitor tanda-tanda hipotermia dan hipertermia
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
- Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
- Berikan antipiuretik jika perlu
Diagnosa
4: Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan resiko invfeksi tidak muncul.
NOC: Control resiko
Kriteria
Hasil:
-
Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
-
Klien mampu menjelaskan tanda&gejala infeksi
-
mendemonstrasikan perilaku seperti cuci tangan, oral
care dan perineal care.
Keterangan
skala:
1 : Tidak pernah menunjukkan. 4 : Sering menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan 5 : Selalu
menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
NIC:Infection control
Intervensi
-
Observasi&melaporkan
tanda&gejala infeksi, spt kemerahan, hangat, dan peningkatan suhu badan
-
Kaji suhu klien, netropeni setiap 4
jam, laporkan jika temperature lebih dari 38° C
-
Menggunakan thermometer untuk mengkaji suhu
-
kaji warna kulit, kelembaban kulit,
tekstur dan turgor lakukan dokumentasi yang tepat pada setiap perubahan
-
Dukung untuk konsumsi diet seimbang,
penekanan pada protein untuk pembentukan system imun
Diagnosa
5: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan obstruksi jalan napas
Tujuan: Setelah dilakukan tidakan
keperawatan selama proses diharapkan bersihan jalan nafas efektif
NOC: Respiratori status: Airways
patency
Kriteria Hasil :
- Suara napas bersih
- Tidak ada sianosis
- Tidak ada sputum
- Tidak ada dyspneu
- Menunjukan jalan nafas yang paten.
Keterangan Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan. 4 : Sering menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan 5 : Selalu
menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
NIC: Airways management
Intervensi:
-
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
-
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
-
Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suction
-
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
-
Berikan
bronkodilator bila perlu
-
Monitor
respirasi dan status O2
-
Ajarkan batuk
efektif
-
Anjurkan untuk
minum air putih hangat
-
Anjurkan untuk menghindari makanan yang merangsang batuk
-
Anjurkan untuk menghindari makanan merangsang
pembentukkan dahak
-
Kolaborasi dokter dengan pemberian nebulizer
-
Bantu dan
ajarkan kepada pasien dalam menggunakan teknik napas dalam
Diagnosa
6: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan penurunan reflek menelan, intake kurang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
NOC : Nutritional Status
Kriteria Hasil :
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
- Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Keterangan Skala :
1 : Tidak
pernah menunjukkan. 4
: Sering menunjukkan
2 : Jarang
menunjukkan 5
: Selalu menunjukkan
3 : Kadang
menunjukkan
NIC : Nutrition
Management
Intervensi :
-
Kaji adanya
alergi makanan
-
Anjurkan pasien untuk meningkat intake Fe
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake protein
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Hardi. 2013.Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis& nanda nic noc jilid 1. Media Action publishing.
Yogyakarta
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1, 2,
3, edisi keempat. Internal Publising. Jakarta
Sumarmo, herry. 2002. Buku
ajar nfeksi dan pediatric tropis edisi
kedua.IDAI. Jakarta
Nanda, 2001, Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2001-2002,
Ed-, United States of America
Tidak ada komentar:
Posting Komentar