LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA Sdr. H DENGAN DIAGNOSA MEDIS
CF DISTAL RADIUS DEXTRA + OF FEMUR
DI RUANG 17 RSU Dr.SAIFUL ANWAR
MALANG
Disusun oleh:
Artika Wulandari (1301200018)
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
LAWANG
KONSEP DASAR
TEORI
1.
Pengertian
Fraktur
adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang,
baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat &
Jong, 2005).
Fraktur atau
patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
2.
Klasifikasi
Fraktur
Klasifikasi fraktur secara umum :
1.
Berdasarkan
tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
2.
Berdasarkan
komplit atau ketidak klomplitan
fraktur:
a.
Fraktur komplit
(garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks
tulang).
b.
Fraktur tidak
komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
3.
Berdasarkan
bentuk dan jumlah garis patah :
a.
Fraktur
Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b.
Fraktur
Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c.
Fraktur
Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
4.
Berdasarkan posisi fragmen :
a.
Fraktur Undisplaced (tidak
bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan
periosteum masih utuh.
b.
Fraktur Displaced (bergeser):
terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen
5.
Berdasarkan
sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a.
Faktur Tertutup
(Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1)
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa
ceddera jaringan lunak sekitarnya.
2)
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar
kulit dan jaringan subkutan.
3)
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio
jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4)
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan
lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
b.
Fraktur Terbuka
(Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu
:
1)
Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
2)
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan
lunak yang ekstensif.
3)
Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami
kerusakan jaringan lunak ekstensif.
6.
Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a.
Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang
pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b.
Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya
membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c.
Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya
berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
d.
Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma
aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e.
Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma
tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang..
7.
Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a.
Tidak adanya dislokasi.
b.
Adanya dislokasi
·
At axim : membentuk sudut.
·
At lotus : fragmen tulang berjauhan.
·
At longitudinal : berjauhan memanjang.
·
At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
8.
Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a.
1/3 proksimal
b.
1/3 medial
c.
1/3 distal
9.
Fraktur Kelelahan
: Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
10.
Fraktur
Patologis : Fraktur yang
diakibatkan karena proses patologis tulang.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disebabkan oleh taruma langsung, kelemahan otot, kondisi-kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2005: 98)
Fraktur radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh
dan tangan menyangga dengan siku ekstensi (Brunner & Suddarth, Buku Ajar
Medikal Bedah, 2002, Hal. 2372)
3.
Etiologi
1)
Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian
tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan
patah tulang).
2)
Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan
ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3)
Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur
bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang
mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
4)
Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
4. Tanda dan gejala
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang
dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
- Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
- Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
- Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
- Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
- Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. (Suzanne C. Smeltzer & Brepda G. Bane, 2001:2358-2359)
5. Patofisologi
Tulang
bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan.
Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah
yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi fraktur
1.
Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar
yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah
tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2.
Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang
terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur
seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan
atau kekerasan tulang.
6. Pathway Fraktur
7. Pemeriksaan Diagnostik
- Pemeriksaan Ronsen : Menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.
- Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : Memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
- Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
- Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
- Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
- Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, trafusi mutipes, atau cedera hati.
8. Penatalaksanaan medis
Tindakan penanganan fraktur
dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi serta usia. Berikut adalah tindakan
pertolongan awal pada penderita fraktur :
1)
Kenali
cirri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi karena
benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat pasien
mengalami fraktur.
2)
Jika
ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptic dan bersihkan
perdarahan dengan cara dibebeat atau diperban.
3)
Lakukan
reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini tidak boleh
dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli dengan cara operasi
oleh ahli bedah untuk mengembalikan tulang pada posisi semula.
4)
Pertahankan
daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan dari kedua posisi
tulang yang patah untuk menyangga agar posisi tetap stabil.
5)
Berikan
analgetik untuk mengaurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan.
6)
Beri
perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post operasi.
KONSEP DASAR
ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi/data tentang pasien
agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan dan
keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. (Nasrul Effendy,
1995:18)
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang
pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
a.
Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur,
alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada
kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik
tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada
peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa
nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief:
apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan
dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain:
seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala
nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri
berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit:
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan
untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit
tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan
kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut
akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko
terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan
dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
d) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
4) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana
Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah
klien melakukan olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus
mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat
besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal
dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak
ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna,
bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
d) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan
gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien
perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
e) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat
inap
f) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien
fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas,
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
g) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat
fraktur
h) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu,
klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap
dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga,
perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
i) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas
tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan
fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif.
j) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien
b) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor,
koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu
simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
(4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit,
lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(5) Mata
Terdapat gangguan seperti
konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
(6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam
keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
(7)
Hidung
Tidak ada deformitas,
tak ada pernafasan cuping hidung.
(8)
Mulut dan
Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(9)
Thoraks
Tak ada
pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
(10)
Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler
atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan
paru.
(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris,
fermitus raba sama.
(c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
(d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada
wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(11)
Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak
teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12)
Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada
hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands
muskuler, hepar tidak teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
(13)
Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan
proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler (untuk
status neurovaskuler à 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan
pada sistem muskuloskeletal adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(1) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
(2) Cape au lait spot (birth mark).
(3) Fistulae.
(4) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(5) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
(6) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas
(deformitas)
(7) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan
yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time à Normal > 3 detik
(2) Apabila ada pembengkakan, apakah
terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi,
catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi,
benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar
atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c) Move (pergerakan terutama lingkup
gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian
diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan
nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan
ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral)
atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah
gerakan aktif dan pasif.
2.
ANALISA DATA
Analisa data adalah kemampuan
meningkatkan data dan menghubungkan tersebut dengan konsep, teori dan prinsip
yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan pasien (Nasrul Effendy, 1995:24)
3.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
- Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
- Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
- Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
- Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
- Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
- Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
4. INTERVENSI
No Dx
|
Diangosa
Keperawatan Dan Kolaborasi
|
Tujuan (Noc)
|
Intervensi
(Nic)
|
1
|
Nyeri
akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
|
NOC
v Pain Level,
v Pain control,
v Comfort level
Kriteria Hasil :
§ Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
§ Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
§ Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
§ Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
§ Tanda vital dalam rentang
normal
|
NICPain Management
§ Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
§ Observasi reaksi
nonverbal dari ketidaknyamanan
§ Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
§ Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
§ Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
§ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
§ Kurangi faktor
presipitasi nyeri
§ Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
§ Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
§ Tingkatkan istirahat
§ Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
§ Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
|
2
|
Gangguan
pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
|
NOC :
v Respiratory Status : Gas
exchange
v Respiratory Status :
ventilation
v Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
§ Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
§ Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda
distress pernafasan
§ Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
§ Tanda tanda vital dalam rentang normal
|
NIC :
Airway Management
§ Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
§ Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
§ Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan
§ Pasang mayo bila perlu
§ Lakukan fisioterapi dada jika perlu
§ Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
§ Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
§ Lakukan suction pada mayo
§ Berika bronkodilator bial perlu
§ Barikan pelembab udara
§ Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
§ Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
§ Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
§ Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
§ Monitor suara nafas, seperti dengkur
§ Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
§ Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
§ Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
§ Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas utama
§ auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
hasilnya
|
3
|
Gangguan
mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi).
|
NOC :
v Joint Movement : Active
v Mobility Level
v Self care : ADLs
v Transfer performance
Kriteria Hasil :
§ Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
§ Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
§ Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
§ Memperagakan penggunaan
alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
|
Latihan Kekuatan
§ Ajarkan dan berikan
dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin
Latihan untuk ambulasi
§ Ajarkan teknik Ambulasi
& perpindahan yang aman kepada klien dan keluarga.
§ Sediakan alat bantu untuk
klien seperti kruk, kursi roda, dan walker
§ Beri penguatan positif
untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.
Latihan mobilisasi dengan kursi roda
§ Ajarkan pada klien &
keluarga tentang cara pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi roda
ke tempat tidur atau sebaliknya.
§ Dorong klien melakukan
latihan untuk memperkuat anggota tubuh
§ Ajarkan pada klien/
keluarga tentang cara penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
§ Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat mengatur posisi secara mandiri dan menjaga keseimbangan
selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
§ Ajarkan pada klien/
keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh yg benar untuk menghindari
kelelahan, keram & cedera.
§ Kolaborasi ke ahli terapi
fisik untuk program latihan.
|
4
|
Gangguan
integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
|
NOC :
v Tissue Integrity : Skin and
Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
§ Integritas kulit yang
baik bisa dipertahankan
§ Melaporkan adanya
gangguan sensasi atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami gangguan
§ Menunjukkan pemahaman
dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
§ Mampumelindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
|
NIC : Pressure Management
§ Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar
§ Hindari kerutan padaa
tempat tidur
§ Jaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan kering
§ Mobilisasi pasien (ubah
posisi pasien) setiap dua jam sekali
§ Monitor kulit akan adanya
kemerahan
§ Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada derah yang tertekan
§ Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
§ Monitor status nutrisi
pasien
§ Memandikan pasien dengan
sabun dan air hanga
|
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A, dkk. 2007. Kapita Selecta Kedokteran, jilid 1 edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius
Brunner and Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah, edisi 8
volume 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Dongoes, M.E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
Johnson, M, et all.2000. Nursing Outcomes Clasification (NOC) Second edison. New Jersey. Upper Seddie
River
Mc. Closkey, C.J., et all 1996.
Nursing Interventions Clasification (NIC). Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Program Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar