Rabu, 28 Oktober 2015

Punksi Pleura



STUDI DIAGNOSTIK DALAM KEPERAWATAN
PUNKSI PLEURA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kian hari jumlah penderita penyakit pleura kian maningkat. Salah satunya penyakit efusi pleura. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri. Menurut Depkes RI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini.
Salah satu tindakan penanganan penyakit pleura adalah dengan tindakan punksi pleura. Punksi pleura sangat penting dilakukan jika volume cairan pada paru cukup banyak. Tindakan punksi pleura dilakukan pada bagian antara linea aksilarir anterior dan posterior, pada sela iga ke-8.
Cairan yang mungkin terdapat pada paru yaitu serosa (serothoraks), darah (hemothoraks), pus (piothoraks) atau kilus (kilothoraks), nanah (empiema).

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan punksi pleura?
2.      Apa indikasi dari tindakan punksi pleura?
3.      Bagaimana tahap persiapan dari tindakan punksi pleura?
4.      Bagaimana prosedur pelaksanaan tindakan punksi pleura?
5.      Apa saja masalah yang muncul dan cara penanganan akibat tindakan punksi pleura? 

1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang hal – hal apa saja yang perlu dipahami mengenai tindakan punksi pleura dan memberikan gambaran yang jelas mengenai tindakan punksi pleura, serta lain-lain yang bisa berdampak positif bagi penulis dan para pembaca yang utamanya ditujukan untuk para tenaga kesehatan. 


1.3.2 Tujuan Khusus
    1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian punksi pleura.
    2. Mahasiswa mampu mengetahui indikasi pelaksanaan punksi pleura.
    3. Mahasiswa mampu mengetahui persiapan dan prosedur tindakan punksi pleura.
    4. Mahasiswa mampu mengetahui masalah yang muncul dan tindakan penanganan akibat dari adanya tindakan punksi pleura

1.4    Manfaat Penulisan
1.      Dapat menambah wawasan pembaca mengenai hal-hal apa saja yang perlu dipahami mengenai punksi pleura
2.      Dapat melaksanakan tindakan punksi pleura sesuai dengan prosedur
3.      Dapat menyelesaikan masalah yang muncul dari tindakan punksi pleura















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian
Punksi pleura, yaitu pengambilan atau penyedotan cairan dari lapisan pembungkus paru (pleura) jika ditemukan cairan akibat kanker paru. Hasil punksi ini akan dianalisis dan dikirim ke laboratorium patologi anatomi untuk diproses. Jika volume cairan cukup banyak, maka dokter spesialis kanker paru akan sekaligus mengeluarkan cairan tersebut. Punksi pleura dan pemasangan selang dada kebanyakan dilakukan dokter spesialis paru dengan bius lokal, tetapi pada kondisi berat harus dilakukan di kamar operasi dengan bius total.
Punksi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serothoraks), darah (hemothoraks), pus (piothoraks) atau kilus (kilothoraks), nanah (empiema).
Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (cairan putih jernih) atau eksudat (cairan kekuningan)

2.2 Indikasi Pungsi Pleura
·         Diagnosis dan terapi cairan pleura
·         Diagnosis dan terapi pneumotoraks dan efusi pleura
·         Adanya gejala subyektif seperti sakit atau nyeri, dipsneu, rasa berat dalam dada
·         Cairan melewati sela iga ke-2, terutama bila di hemithoraks kanan, karena dapat menekan vena cava superior
·         Bila penyerapan cairan terlambat (lebih dari 6-8 minggu).

2.3 Persiapan
2.3.1 Persiapan Alat dan Bahan
v  Sarung tangan
v  Masker
v  Duk berlubang
v  Baju operasi
v  Semprit 5 ml dengan jarum Nozi ( steril ) berisi 1 % lidokain HCl
v  Beberapa semprit 10 ml ( steril )
v  Jarum punksi no. 18-21 ( sesuai kebutuhan )
v  Keran 3 arah ( 3-way stopcock )
v  Tabung-tabung steril untuk pemeriksaan laboratorium

2.3.2 Persiapan Pasien 
v  Sebelum memulai tindakan, seorang klinisi harus memberikan penjelasan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan, tujuan tindakan, serta risiko yang mungkin terjadi.
v  Menentukan lokasi punksi dengan cara pemeriksaan fisis dan foto thoraks. Untuk membedakan efusi pleura dan pneumotoraks diperlukan pemeriksaan fisis yangcermat, karena jenis kelainan akan menentukan lokasi pungsi. Pada efusi pleura, pungsi dilakukan ditempat yang paling pekak (redup). Pada pneumotoraks, pungsi dilakukan ditempat tertinggi, dan dapat dilakukan di garis aksilaris anterior ataupun posterior. Setelah pemeriksaan fisis dilakukan foto thoraks posteroanterior dengan posisi tegak dan lateral dekubitus dengan sinar horizontal posteroanterior. Punksi bisa dilakukan di garis aksilaris anterior ataupun posterior. Tusukan di garis aksilaris anterior harus dilakukan diatas tulang iga agar tidak mengenai pembuluh darah dan saraf interkostal. Bila tusukan dilakukan di garis aksilaris posterior, maka pungsi dilakukan dibawah tulang iga. Dalam memilih sisi untuk pungsi perlu dipertimbangkan bentuk rongga dada pasien. Perlu berhati-hati agar jarum tidak mengenai pembuluh darah atau diafragma.

2.3.3 Persiapan Lingkungan
v  Mengatur lingkungan yang aman dan nyaman

2.4 Prosedur Tindakan
Tempat punksi dilakukan secara pemeriksaan fisik dan bila perlu dengan foto toraks posterior-anterior dan lateral. Apabila punksi dilakukan di daerah aksilaris anterior tusukan harus diatas tulang rusuk ( pembuluh darah tepat berada di bawah tulang rusuk ) dan apabila dilakukan diatas garis aksilaris posterior tusukan harus dibawah tulang rusuk ( pembuluh darah berada di atas tulang rusuk )

Cara Kerja :
1.      Beritahu orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan
2.      Informed consent
3.      Cuci tangan
4.      Pakai sarung tangan steril
5.      Beri pasien sedative agar tenang, kemudian posisikan anak setengah duduk, dengan kedua lengan diangkat keatas
6.      Bersihkan daerah pungsi dengan larutan antiseptik
7.      Lakukan anestesi lokal
8.      Tusukkan semprit dengan jarum no. 18-21 ( sesuai kebutuhan ) diantara tulang iga dengan posisi menghisap , sehingga bila jarum mencapai cairan / udara, maka cairan / udara akan mengalir segera kedalam semprit
9.      Bila keluar cairan yang purulen / nanah maka semprit dan jarum dapat diganti dengan jarum yang lebih besar yang dihubungkan dengan kran 3 arah dan selang penghubungnya untuk dapat mengeluarkan cairan sebanyak-banyaknya
10.  Cairan ditampung untuk pemeriksaan laboratorium yang diperlukan
11.  Bekas tusukan diberi salep povidon-iodium dan ditutup dengan kassa steril
12.  Cuci tangan

Berikut adalah gambar-gambar penganbilan cairan pada tindakan punksi pleura:
 





2.5 Interpretasi Pungsi Pleura :
  1. Makroskopis dan bau
Cairan efusi berwarna serous (jarang serohemoragis), ini biasanya karena infeksi tuberkulosis, bila keruh kekuning-kuningan akibat infeksi non tuberkulosis, keruh susu dengan endapan di dasar karena empiema, keruh susu dengan krim dibagian atas karena chylotoraks, keruh kehijau-hijauan karena arthritis rematoid, kental karena mesothelioma, merah tengguli karena sindrom hepatopulmonal, hemoragis karena karsinoma, truma dan infark paru dan bau busuk umumnya karena infeksi anaerobik.



  1. Mikroskopis
Kumpulan lebih kurang 10 ml, cairan untuk pemeriksaan mikroskopik. Bila ditemukan dominan neutrofil polimorf menunjukkan suatu inflamasi bakterial dan bila jumlahnya sangat banyak menunjukkan empiema. Efusi dengan sel limfosit perdominan merupakan tanda khas untuk tuberkulosis tapi dapat juga dijumpai pada efusi pleura kronis dengan sebab apapun.
Eosinofil yang banyak sekali biasanya menunjukkan adanya perdarahan dalam rongga pleura. Di samping pemeriksaan di atas diperiksa juga kadar pH (normal 7,64). pH < 7,30 dapat dijumpai pada penyakit TBC, infeksi non TBC, penyakit kolagen, dan neoplasma. Kadar glukosa yang rendah (40 mg%) ditemukan karena proses infeksi dan keganasan. Akhir-akhir ini diperkenalkan pemeriksaan biokimia diagnostik antara lain pemeriksaan Cytokine yang meliputi Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-2 (IL-2) serta gamma Interferon (IFN-Y) dan nemeriksaan Adenosine Deaminase (ADA).Torakoskopi atau pleroskopi dapat secara langsung melihat pleura dan dapat melakukan biopsi pada permukaan pleura yang abnormal. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan mempergunakan torakoskop kaku atau dengan bronkoskopi serat optik dengan anestesi topikal. Torakoskopi baru dikerjakan bila pemeriksaan sitologi cairan pleura maupun biopsi pleura tidak memberikan hasil.  Demikian juga tindakan prosedur diagnostik lainnya yang bersifat invasif seperti biopsi pleura terbuka dikerjakan bila pemeriksaan sitologi cairan dan biopsy pleura tidak menemukan tanda keganasan.

2.6  Masalah Keperawatan yang Muncul
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan punksi pleura antara lain :
1.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan prosedur pemeriksaan dan masalah kesehatan
2.      Ketidakpatuhan dalam persiapan berhubungan dengan ketidakadekuatan penjelasan tentang prosedur
3.      Ansietas berhubungan dengan prosedur pemeriksaan dan kemungkinan hasil abnormal
4.      Resiko tinggi cidera berhubungan dengan reaksi alergi terhadap zat kontras
5.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kemungkinan sepsis sekunder terhadap prosedur pemeriksaan.
6.      Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan prosedur
7.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan teknik septik selama prosedur

2.7 Penanganan Masalah
1.      Meningkatkan pengetahuan pasien melalui pemberian informasi yang sesuai tentang prosedur pemeriksaan dan masalah kesehatan.
2.      Perawat menciptakan suasana yang tenang dan nyaman di sekitar lingkungan pasien untuk mengurangi rasa cemas karena prosedur tindakan yang dilakukan.
3.      Melakukan tindakan seoptimal mungkin untuk meminimalisir adanya resiko kesalahan seperti cidera, reaksi alergi terhadap zat kontras dan infeksi.






















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Punksi pleura merupakan salah satu tindakan dalam mendiagnosa penyakit maupun penanganan penyakit pleura, melalui  pengambilan atau penyedotan cairan dari lapisan pembungkus paru (pleura). Punksi pleura dilakukan diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Cairan yang mungkin terdapat pada pleura, seperti serosa (serothoraks), darah (hemothoraks), pus (piothoraks) atau kilus (kilothoraks), nanah (empiema).
Punksi pleura sangat penting dilakukan jika volume cairan pada paru cukup banyak. Tindakan punksi pleura harus dilakukan sesuai tahapan-tahapan persiapan dan prosedur yang tepat agar tidak muncul permasalahan-permasalahan akibat tindakan tersebut.

3.2 Saran
1.      Sebaiknya para tenaga kesehatan melaksanakan tindakan punksi pleura sesuai tahapan dan prosedur yang tepat .
2.      Tindakan punksi pleura hendaknya dilakukan sejak dini sebagai pencegahan agar kasus penderita pleura tidak meningkat.
3.      Sebaiknya para pasien yang akan mendapatkan tindakan punksi pleura mengikuti setiap instruksi dari tenaga medis, agar tidak muncul masalah akibat tindakan tersebut.










DAFTAR PUSTAKA

Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya ; 1995.
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995.
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995.
Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1999.
Ganong F. William, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta EGC ; 1998.
Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Jakarta EGC ; 1995.
Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991.
Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR, Dasar – Dasar Diagnostik Fisik Paru, Surabaya; 1994.
Lismidar,proses keperawatan H,dkk, Proses keperawatan, AUP, 1990.
Marrilyn. E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC ; 1999.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press; 1994.
B.AC,Syaifudin, Anatomi dan fisiologi untuk perawat, EGC; 1992.
Soeparman A. Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990.
Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien, Jakarta EGC ; 1998.
Soedarsono, Guidelines of Pulmonology, Surabaya ; 2000

2 komentar:

  1. artikel.nya bagus..
    ke blog.ku yah.. ^.^
    http://rizkyekasavitri.blogspot.co.id/

    BalasHapus